Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Nu’man Ibnu Basir mengatakan bahwa orang-orang yang melawan perkara-perkara mungkar diibaratkan seperti sekelompok kaum yang diundi untuk menaiki perahu atau kapal. Setelah diundi, ada orang yang mendapat tempat di atas atau di bawah. Orang yang mendapat tempat di bawah, jika membutuhkan air mereka akan naik ke atas. Hal itu terus berlangsung sampai pada suatu saat orang yang berada di bawah berpikir, “Daripada kita terus-menerus naik ke atas dan menyakiti orang-orang yang ada di atas maka lebih baik kita lubangi saja perahu dari bawah sehingga kami bisa mendapat air secara langsung”. Nabi berkata, bila orang seperti ini dibiarkan maka akan terjadi bencana yang dapat melukai semua orang yang ada di perahu itu. Perahu akan karam dan mereka yang tidak bersalah pun akan menanggung akibat dari perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab ini.
Setiap agama selalu menghimbau untuk bertindak amar ma’ruf nahi munkar, seperti disebutkan dalam surah Lukman. Dari ayat ini, Lukman, salah seorang ahli pendidik pada masa lalu pernah memberikan nasehat pada anaknya. “Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang lain untuk berbuat baik dan laranglah mereka melakukan perbuatan-perbuatan munkar.” Melalui ayat ini, anak-anak kecil sudah mulai dibiasakan untuk melakukan perbuatan amar ma’ruf nahi munkar. Jika sudah terbiasa maka hal itu akan menjadi karakter pada dirinya sehingga dia akan hidup dengan amar ma’ruf nahi munkar. Dia akan senang jika ada orang lain yang melakukan perbuatan baik dan akan merasa tidak senang jika ada orang yang melakukan perkara-perkara munkar di hadapannya. Dia akan berusaha menghentikan perbuatan munkar itu.
Yahudi dan Nashrani
Juga Menyerukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Pada ayat lain kita temukan bahwa para ahli kitab baik Yahudi dan Nasrani pernah dipuji. Di antara mereka ada orang-orang yang selalu mengamalkan amar ma’ruf nahi mungkar. Allah pernah berfirman tentang Ahlul Kitab dalam Al Quran. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua ahli kitab itu buruk. Di antara ahli kitab yang terdiri dari orang Yahudi dan Nasrani ada saja orang yang bersikap baik dan selalu tekun membaca ayat-ayat Allah pada malam hari dan selalu bersimpuh di hadapan Allah. Mereka melakukan amar ma’ruf dan mereka juga melarang orang lain melakukan kemunkaran. Ini adalah suatu indikasi bahwa amar ma’ruf nahi munkar tidak khusus bagi agama Islam. Hampir semua ajaran agama mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar. Karena ajaran agama tidak akan keluar dari dua hal, yaitu perintah untuk melakukan kebaikan dan larangan untuk melakukan perbuatan mungkar.
Oleh karena itu, dalam Al Quran Allah memerintahkan kepada umat Islam secara keseluruhan agar mereka bergerak untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Allah berfirman, “Hendaklah di antara kamu ada umat yang selalu melakukan amar ma’ruf nahi munkar.” Mereka yang melakukan hal-hal tersebut akan sukses di dalam kehidupannya. Baik kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Pada ayat yang lain Allah berfirman, “Wahai umat Muhammad, kamu adalah sebaik-baiknya umat yang terlahirkan di atas dunia ini. Kamu melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dan kamu beriman kepada Allah SWT.” Dengan demikian, amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu indikator kebaikan dari umat Nabi Muhammad. Dengan kata lain, apabila umat Nabi Muhammad ini tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar maka predikat sebagai umat terbaik bisa dicopot dari umat Nabi Muhammad. Akan berakibat fatal bagi kita semua jika kita memperlihatkan atau membiarkan orang lain melakukan perbuatan-perbuatan munkar tanpa ada satu orang pun tergerak hatinya untuk melarang orang-orang tersebut maka kita akan mendapat cobaan-cobaan dari Allah SWT.
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Jangan Menciptakan Kekerasan
Etika di dalam amar ma’ruf nahi munkar juga harus diperhatikan. Orang yang menyuruh orang lain untuk berbuat amar ma’ruf atau menyuruh orang berbuat baik hendaklah caranya menyampaikan dengan cara yang bijaksana dan baik. Jangan sampai kebaikan disampaikan dengan cara yang tidak baik sehingga dapat menuai protes. Menyampaikan kebaikan dengan cara yang kasar maka akan menimbulkan efek yang tidak baik.
Begitu juga dalam melarang orang melakukan kemunkaran ada cara tersendiri. Paling tidak, orang yang melarang orang lain berbuat kemunkaran akan menghasilkan 4 hal. Pertama, setelah dia melarang kemunkaran akhirnya berhenti. Kedua, kemunkaran bisa diminimalisir. Ketiga, tidak ada perubahan dari sebelum dan sesudah dia melarang perbuatan munkar itu. Keempat, justru menciptakan kemunkaran-kemunkaran yang baru.
*Naskah ini merupakan transkrip khutbah Jumat, 12 Januari 2006 di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta.
**KH. Ahsin Sakho Muhammad adalah rektor IIQ Jakarta dan pengasuh pesantren Darul Qur’an dan Dar Al-Tauhid Arjawinangun Cirebon
Sumber: Buletin Dakwah Sunda Kelapa Diterbitkan Dua Minggu Sekali Setiah Hari Jum’at