Pemuda adalah generasi bangsa dimasa depan, yang memiliki pengaruh besar bagi setiap bangsa. Lihatlah berdirinya Negara Indonesia, tentunya terlahir atas dasar perjuang pemuda yang begitu gigih. Terbukti dengan terciptanya sumpah pemuda, pancasila, dan UUD 1945.
Soekarno pernah menyatakan sesuatu tentang pemuda dan menjadi kenyataan yaitu “… Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. Sejalan dengan apa yang ditulis oleh Marzuki Wahid dalam tulisannya, bahwa pernyataan historis Soekarno ini, memosisikan pemuda dalam kelompok strategis, dan telah memberi semangat pemuda sampai saat ini. Namun potensi pemuda ternyata bak pisau bermata dua: bisa mengguncangkan dunia dengan sesuatu yang produktif, konstruktif, dan transformatif, serta bisa juga sebaliknya untuk kepentingan destruktif, anarkis, dan teroris (Marzuki Wahid, Blakasuta 2016).
Dalam tulisan ini, penulis mencoba mereflesikan kegelisahan penulis terhadap realita negeri atas tindak-tanduk anak muda yang kini seakan jauh dari nilai-nilai kebhinekaan dan tidak memperjuangankan segala apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu. Berawal dari diskusi-diskusi yang dihadirkan oleh Fahmina dalam acara Respect and Dialogue (Ready) penulis menyadari akan masalah tersebut. Terutama, saat kegiatan kampanye damai guna mempekuat nilai-nilai kebhinekaan yang diselenggarakan Fahmina Institut dengan bentuk kegiatan Jambore Anak Muda se-Wilayah Cirebon di Bumi Perkemahan Sidomba, Kuningan 12-14 Mei 2016, yang di dalamnya menghadirkan berbagai peserta anak muda dari berbagai agama, organisasi yang berada di Cirebon.
Lihatlah apa yang terjadi dengan anak muda saat ini? Geng motor bertebaran di segala tempat dan meresahkan masyarakat, pergaulan bebas marak terjadi dikalangan pelajar. Penyalahgunaan narkoba dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga pejabat pemerintahan. Serta adanya pengeboman atas nama agama yang dilakukan pula oleh pemuda dengan banyaknya korban.
Hal ini mengakibatkan seakan-akan makna Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu bangsa bagai tak lagi nampak dan terngiang dalam benak para anak muda. Padahal kemajemukan Nusantara membawa Indonesia menuju satu-kesatuan dalam perbedaan, karena menyimpan akar-akar keberagaman dalam hal agama, etnis, budaya, seni, tradisi, pandangan dan cara hidup (Faisal Ismail, 2012).
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia merupakan realitas historis dan sekaligus realitas sosio-kultural, dan kehadirannya atas takdir Tuhan (Agus SB, 2016,). Keragaman Indonesia adalah kekayaan yang tidak ada dan tidak terjadi di negara lain, perbedaan ini adalah kekayaan yang tidak ternilai. Salah satu kekuatan yang dapat menjaga dan melestarikan perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama (Syarief Ustman Yahya, 2008).
Keberagaman terlahir di negeri ini memiliki latar belakang mosaik-mosaik kekhasannya sendiri setiap daerah. Sehingga moto “Bhineka Tunggal Ika” dipakai bangsa Indonesia guna mempertegas pengakuan adanya kesatuan dalam keberagaman atau keragaman dalam kesatuan dalam seluruh spektrum kehidupan bangsa Indonesia. Karena Indonesia sampai saat ini tidak lepas dari peran pemuda, yang selalu menciptakan hal-hal baru.
Saat ini, pemuda sebagai ujung tombak pembangunan, penggerak, dan pembawa perdamaian di dunia dan masa depan. Tentunya pemuda harus bisa menjadi manusia yang dapat memanusiakan manusia yaitu artinya usaha pemuda atau manusia untuk mengarahkan hidup agar sesuai dengan idealitas kemanusiaan (Syaiful Arif, 2010).
Dalam hal ini pemuda haruslah menjadi motor penggerak dalam roda perputaran bangsa Indonesia. Indonesia bebas dari segala permasalahan jika pemudanya saat ini bisa memahami makna-makna sejarah yang telah diwariskan oleh pendiri bangsa ini.
Anak muda harus berusaha dapat memaknai nilai-nilai kebhinekaan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan memelihara sikap toleransi, artinya anak muda harus dapat menghargai perbedaan baik agama, suku, ras, bahasa, tradisi, budaya, dan adat. Dari perbedaan tersebut tentunya jangan sampai menimbulkan gejolak hingga muncul perpecahan, dan seharusnya perbedaan tersebut harus membawa kepada satu-kesatuan yaitu persatuan.
Tentunya langkah memaknai dan mengaplikasikan nilai kebhinekaan sama dengan menjaga dan memilihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sebagai Negara yang majemuk harus terus menumbuhkan rasa sikap toleransi dan ramah kepada setiap warga negaranya terutama bagi anak muda yang kelak akan memimpin bangsa ini.
Dalam Islam sikap toleransi dimaknai sebagai sikap mengakui fakta dan realitas akan eksistensi yang berbeda-beda dan harus dihormati. Sehingga manusia menciptakan keharmonisan, kedamaian, dan mensejahterakan dalam kehidupan sehari-hari (Husein Muhammad, 2016). Hal ini pula yang harus dilakukan oleh manusia Indonesia terutama bagi anak muda sebagai generasi penerus dan penggerak bangsa di masa depan.
Memaknai nilai-nilai kebhinekaan telah diaplikasikan oleh para peserta dan panitia Ready, dalam acara tersebut direktur Fahmina yaitu Rosidin mengungkapkan bahwa peserta jambore anak muda ini harus menjadi penggerak kedamaian di Cirebon di masa yang akan datang, agar tidak ada lagi kasus-kasus atas nama agama dengan sikap radikal dan intoleran.
Dalam acara tersebut pula ditampilkan berbagai kreativitas anak muda dalam mengkampanyekan sikap damai dan toleran yang dibawa oleh Komunitas Alang-alang, website perdamaian, graffiti dari Ahmadiyah, dan hal lain yang menarik untuk dikampanyekan. Jika anak muda dapat mengaplikasikan nilai kebhinekaan tentunya adanya perbedaan adalah pembawa kedamaian dan menciptakan kesatuan serta persatuan.
Pemuda menghadapi hiruk-pikuk kehidupan dengan mencoba hal-hal baru, namun terkadang banyak pula terjadi kesalahpahaman terhadap hal-hal baru, dimana tidak memikirkan dampak dari hal baru tersebut. Perlu diperbanyak wadah-wadah kreatif seperti kegiatan Ready sebagai wadah kampanye damai anak muda, dalam menyuarakan perdamaian. Dapat pula dibentuk beberapa wadah kreativitas dalam menampung kekreativitasan anak muda lainnya yang penuh potensi. Hal ini perlu sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan anak muda itu sendiri dalam menciptakan wadah untuk menampung kekreativitasannya.
Penulis berharap anak muda semakin sadar akan nilai-nilai kebhinekaan, dapat memahami segala perbedaan yang ada dinegeri ini, dan terus berusaha menciptakan kedamaian, serta terus menumbuhkan rasa toleransi untuk menjaga keutuhan NKRI. Berawal dari hal terkecil dalam menghargai sesuatu, dan dapat memfilter segala arus budaya luar yang masuk, agar tidak terjadi lagi kasus-kasus bagi anak muda yang terlibat tawuran, geng motor, narkoba, pergaulan bebas, bahkan pembunuhan. Karena sejatinya pemuda adalah tonggak penerus kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang. Pemuda harus menjadi penggerak nilai-nilai kebhinekaan sebagai wujud cinta kebangsaan kepada Indoneisa. Salam Perdamaian!!!
*Penulis adalah alumni pegiat Respect and Dialogue (Ready) dan Mahasiswa Filsafat Agama IAIN SYekh Nurjati Cirebon