Selasa, 24 Desember 2024

Banyak TKI Jadi Pemilih, Para Caleg Kurang Peduli

Baca Juga

Dalam pemilihan Caleg mendatang, salah satu media menyebutkan bahwa lebih dari 30% calon pemilih itu adalah TKI. Ini menandakan bahwa TKI merupakan konstituen yang cukup besar. Kalau TKI merupakan pemilih potensial, tentu para Calon Legislatif (Caleg) harus mendengar apa yang menjadi persoalan dan harapan mereka.

Harapan masyarakat untuk memperbaiki taraf hidup, kembali memperoleh momentumnya dengan pelaksanaan pemilihan Calon Legislatif  pada tanggal 9 April 2009. Hajat besar warga negara ini tiada lain untuk menata persoalan yang sedang karut-marut di bumi nusantara melalui pemilihan para perwakilannya. Calon Legislatif atau Anggota Dewan yang terpilih adalah tumpuan harapan rakyat banyak. Di tangan merekalah hitam putih nasib rakyat ke depan.

Dalam pemilihan Caleg mendatang, salah satu media menyebutkan bahwa lebih dari 30% calon pemilih itu adalah TKI. Ini menandakan bahwa TKI merupakan konstituen yang cukup besar. Kalau TKI merupakan pemilih potensial, tentu para Calon Legislatif (Caleg) harus mendengar apa yang menjadi persoalan dan harapan mereka.

Secara sederhana, harapan para TKI adalah dapat nyaman dalam bekerja, aman dalam perjalanan menuju tempat bekerja dan kepulangannya di kampung halaman, serta memperoleh hasil kerja yang layak.  Karena memang selama ini, mereka sering sekali diperlakukan seperti sapi perahan. Mereka kerap kali dibodoh-bodohi para calo dan PJTKI nakal dengan iming-iming gajih besar, kerja ringan, dan seterusnya. Mereka dijerat hutang oleh para calo dan PJTKI nakal dengan alasan potong gaji sekian persen, bunga sekian persen dan lain-lain. Mereka tidak ada yang mendampingi, bahkan keluarganya sendiri banyak yang tidak tahu keberadaannya. Mereka terpaksa pasrah dan percaya begitu saja oleh bujuk rayu para calo nakal yang memang lihai berbohong. Mereka kebanyakan orang desa yang tak mengerti apa itu perdagangan manusia (trafiking). Dan, celakanya mereka tidak sadar bahwa merekalah yang kerap menjadi korban trafiking.

Menanti Komitmen Para Caleg

Suatu penelitian menyebutkan bahwa sedikitnya 80 persen dari 8.800 kasus trafiking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat(Republika, 10/5/2007). Sebagian besar korban trafiking adalah TKI, yang merupakan 30% dari seluruh pemilih.

Namun dari pengamatan penulis, nampak sekali bahwa tidak banyak Caleg yang menyentuh trafiking sebagai bahan kampanyenya. Ini diantaranya bisa dilihat dalam baligo-baligo yang terpampang di pinggir-pinggir jalan. Dalam baligo-baligo yang terpampang, jelas sekali bahwa para Caleg lebih menonjolkan citra diri dan ajakan agar masyarakat memilihnya. Kalau pun ada yang mengusung isu sosial, selain hanya beberapa saja, itu pun hanya mengusung isu yang populer semata. Seperti, kemiskinan, kesehatan, agama bahkan ada yang sebatas wangsalan saja dan tidak jelas keberpihakannya. Seperti apa upaya penanggulannya, berapa jumlahnya, dan seterusnya.

Dalam mengangkat isu sosial, para Caleg seharusnya tidak memilah-milah berdasarkan populer  atau tidaknya sebuah isu. Perjuangan yang tulus hanya terjadi jika berawal dari keprihatinan pribadi para Caleg, bukan sekedar mengikuti trend dan isu di media. Tak heran bila para Caleg lebih mengedepankan pencitraan di media tentang dirinya masing-masing. Mungkin kita tiap hari melihat wajah-wajah Caleg yang menjanjikan macam rupa gaya iklannya. Tetapi kita jarang sekali melihat point besar dari agenda politik mereka.

Jelang Pemilu, TKI Terus Jadi Korban

Jelang pemilihan ini, kita masih saja disuguhkan berita-berita tragis tentang para TKW dan perempuan korban kekerasan lainnya. Beberapa hari lalu diberitakan kasus Umi Saodah, TKW di Palestina, yang meski akhirnya selamat, tetapi mengalami penderitaan panjang terlebih dahulu. Belakangan juga, diberitakan gadis ABG bernama Susi yang ditipu dan dijerumuskan menjadi PSK di Malaysia. Ini baru yang muncul di media, masih banyak lagi kasus menimpa TKI yang sesungguhnya dan belum sempat muncul di media.

Bagaimana dengan para caleg perempuan? Tentu harapan kita adalah kepada Caleg perempuan, dengan asumsi bahwa merekalah yang mengerti perasaaan, persoalan dan harapan perempuan pada umumnya. Sayangnya, belajar dari yang sudah-sudah, nampaknya para anggota legislatif perempuan juga tidak mudah menyuarakan kepentingan-kepentingan perempuan di ruang sidang dewan yang terhormat. Ketika perempuan masih menjadi Caleg, dia bisa saja berkampanye bahwa dirinya akan memeperjuangkan nasib perempuan dan mungkin mengupayakan penurunan angka korban trafiking. Tetapi, belajar dari yang sudah-sudah, ketika sudah duduk di kursi dewan, anggota legisltaif perempuan juga sedikit sekali yang menyuarakan kepentingan-kepentingan perempuan. Dalam hal ini kita perlu terus mendukung perjuangan para anggota legislatif, khususnya perempuan agar terus memperjuangan nasib kaumnya.

Islam Sangat Menghargai Orang Yang Bekerja

Islam tidak sekedar mengajarkan kewajiban beribadah atau menuntut ilmu saja. Islam  pun menghargai para TKI yang berjuang untuk mempertahankan kehidupan keluarganya. Dalam musnad Syafi’i menyebutkan, bahwa dalam Islam urutan pertama kategori kemuliaan orang adalah pencari ilmu, dan kategori kedua adalah pekerja. Termasuk para TKI. Allah SWT berfirman di dalam Q.S Al-‘Ashr (2-3), “Sesungguhnya manusia itu merugi kecuali orang  yang beriman dan beramal saleh (melakukan kebaikan)”. Para TKI adalah orang-orang yang ‘Aamil al Shalihat, berbuat kebaikan. Dengan begitu, orang yang mempermudah jalan bagi orang yang akan berbuat kebaikan (TKI) adalah sebanding pahalanya dengan yang melakukannya. Artinya, jika para Caleg memperjuangkan para TKI, mereka termasuk orang yang berkomitmen pada nilai-nilai Islam yang menentang perbudakan, termasuk trafiking.

Ajaran Islam akan semakin terasa bila umatnya menyuguhkan dengan cara-cara yang menyentuh persoalan-persoalan riil masyarakat, seperti peroalan trafiking yang banyak terjadi. Wallahu a’lam bi al-shawab.
__________

*) Penulis adalah alumni Dawrah Kader Ulama Pesantren yang sekarang berhidmah di Institute Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya