Selasa, 24 Desember 2024

Bayt al-Hikmah Selenggarakan Pelatihan Jurnalisme

Baca Juga

“Apakah semua peserta pelatihan ini pernah mengikuti pelatihan jurnalistik tingkat dasar? Bila sudah maka pembahasan tentang ini kita lewati. Apakah semua peserta pelatihan ini pernah mengikuti pelatihan jurnalistik sensitif gender? Bila belum maka kita memulai dari sini. Bila sudah, pertanyaan kita lanjutkan. Apakah out put pelatihan ini ingin jadi penulis? Bila ya, maka kita belajar menulis. Bila tidak, untuk apa datang ke sini?.”

Demikianlah Nurul Huda M Ag mengawali acara “Diskusi Terbuka Jurnalisme Kemanusiaan” yang digelar oleh Forum Diskusi Bayt al Hikm (Fordisba) Cirebon, di Gedung Pertemuan Fahmina Institute, pada Jum’at (6/2). Dalam acara pelatihan itu, Kang Huda, demikian sapaan akrabnya, sengaja mengawali beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada peserta. “Setidaknya dari pertanyaan-pertanyaan itu, minimalnya kita mengetahui bagaimana pengalaman peserta dalam mengikuti acara pelatihan semacam ini,” ujar Mas Huda.

Lebih jauh Mas Huda juga memulai presentasinya dengan pengetahuan jurnalistik dasar. Seperti reportase ke lapangan, wawancara, riset pustaka, jenis tulisan di media dan tahapan menulis di media. “Lalu, persiapan apa saja yang perlu dipersiapkan? Di antaranya, tentukan masalah, tentukan nara sumber yang tepat, buat daftar pertanyaan, buat janji pertemuan, sopan dan jangan lupa terima kasih,” paparnya di depan seluruh peserta pelatihan.  

Mas Huda juga menambahkan, seputar perspektif profesi jurnalis. Menurutnya Jurnalis adalah seorang penulis terutama berhubungan dengan peristiwa yang sedang terjadi. Syarat utama seorang jurnalis adalah cinta pada fakta dan menuliskannya dengan baik. Wartawan bekerja dengan mencatat, menganalisa dan bahkan menafsirkan peristiwa  yang akan terjadi di masa mendatang.

“Karena menjadi jurnalis tidak lahir secara alamiah, tetapi melalui proses ingin tahu terus menerus, kepribadian yang matang, kepekaan sosial yang kuat, toleran terhadap observasi obyektif mengenai sebuah fakta, kejadian atau orang, dan mampu bekerja di bawah tekanan dead line.”

Selain membahas materi tentang jurnalisme secara umum, Mas Huda juga membahas tentang jurnalisme sensitif gender. Bahwa Jurnalisme sensitif gender adalah keseluruhan kerja dan unsur-unsur jurnalisme. Bukan hanya hasil tulisan (out put), tidak hanya perspektif, tetapi keseluruhan kerja jurnalisme mulai dari kesadaran kognitif sampai strukturnya.

Beasiswa Pelatihan untuk Sepuluh Peserta Terbaik

Acara pelatihan menulis yang diselenggarakan ini memang berbeda dengan pelatihan-pelatihan yang pernah diadakan sebelumnya. Karena dalam pelatihan tersebut, dari peserta yang hadir akan diseleksi sebanyak 10 (sepuluh) peserta. Sepuluh peserta kemudian akan dilatih secara intensif selama tiga bulan. Selain diberikan pelatihan gratis, peserta yang terpilih juga akan diberikan uang transport, hadiah untuk lima peserta terbaik.

Lalu bagaimana cara menyeleksi sepuluh peserta terbaik itu?. Menurut Mamay Mudjahid, salah satu pengurus Bayt al Hikm, di akhir acara setiap peserta yang hadir, diminta untuk mengisi formulir data diri dan melampirkan hasil karya tulisnya. Tulisan tersebut kemudian diserahkan ke panitia atau dikirim melalui email.

“Tentunya karya yang mereka tulis kita batasi pada tema sekitar kesehatan reproduksi. Tapi kami juga tetap memberi masukan, bahwa tema reproduksi itu tidak melulu tentang persoalan perempuan. Persoalan reproduksi itu sangat luas, jadi jangan terbelenggu pada persoalan melahirkan, dan haidh saja,” papar Mamay. Mamay juga menambahkan, peserta yang akan dipilih lebih diutamakan peserta perempuan. Setidaknya, 80% peserta perempuan, dan 20% peserta laki-laki. [a5]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya