Dialog Kebhinekaan di Gua Maria

0
354

Oleh: Ida Ad’hiah

Sri Melynda aktivis perempuan Kuningan yang sekarang aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sejak duduk di bangku perkuliahan, Sri menjabat sebagai ketua KOPRI (Korps PMII Putri) yang baru akan dilantik.

Kelas moderasi beragama merupakan kegiatan yang dilakukan KOPRI dengan dukungan dari Fahmina Institut. Berawal dari program kerja yang sempat tertunda di masa kepengurusan sebelumnya, Sri sebagai ketua KOPRI terpilih berinisiatif untuk melanjutkan program moderasi beragama tersebut.

Dengan support dari berbagai pihak, Sri mulai merancang dan bersilaturahmi ke beberapa senior organisasi dan tokoh serta sharing dengan Fahmina, akhirnya Sri bersama ketua KOPRI terdahulu mencoba berkunjung untuk bersilaturahmi dengan umat lain seperti silaturahmi kepada keterwakilan Budha, katolik, hindu, ahmadiyah dan silaturahmi ke Fatayat.

Sri bukanlah orang baru yang mengikuti kegiatan lintas agama, sebelumnya Sri pernah mengikuti beberapa kegiatan yang di inisiasi fahmina di Kuningan, akan tetapi Sri belum paham dan melek terkait isu keberagaman dan toleransi.

Sri juga mempunyai teman kecil yang beragama budha yang mana itu berasal dari ibunya yang berteman dengan orang yang beragama budha, tetapi meski berteman Sri merasa ada sekat diantara mereka karena perbedaan agama, “sama yang beda agama sebatas tahu, sebatas kenal aja, gak ada rasa untuk mengetahui lebih jauh, untuk memahami” pengakuannya.

Mengetahui dan mengenal orang yang berbeda agama menurut Sri sudah masuk ke dalam toleransi pada saat itu, tetapi pasca kelas moderasi beragama Sri mempunyai pandangan yang berbeda, Sri mengatakan bahwa mengetahui lebih jauh, memahami orang yang berbeda agama itu tidak apa-apa dan itulah toleransi.

“Hal yang paling menyentuh pasca kelas moderasi beragama adalah ketika kita ajak teman-teman lain main ke gua maria, asyik orang-orangnya” ungkapnya.

Meski pada saat kelas moderasi beragama berlangsung, Sri masih belum menemukan keberagaman yang sesungguhnya karena pada saat itu hanya sebatas teori terlebih kegiatan dilakukan secara daring sehingga tidak bisa mempertemukan peserta yang berbeda latar belakang agama satu sama lain.

Hingga pada akhirnya pertemuan di gua maria merupakan pertemuan yang bisa mengubah cara pandang ia terhadap orang yang beragama lain, meski pertemuan itu awalnya hanya sebatas iseng-iseng mengajak alumni kelas moderasi untuk memperingati hari perdamaian, “kami semua bertemu untuk pertama kalinya.

Meski berbeda usia, berbeda latar belakang tidak ada rasa canggung terhadap satu sama lain, meski berbeda kita tetap menjaga adab dan kesopanan sebagai bentuk menghargai terhadap sesama. Momentum ini bagi saya merupakan praktek awal bermoderasi” tuturnya.

Sri juga tanpa sadar berpikir ketika acara makan bersama ada alumni lain yang berkata “kok kalian gak canggung ya? Itu kan makanan dari katolik loh”, saat itu Sri tidak memikirkan hal tersebut.

Dengan pertanyaan tersebut menjadi awal bagi Sri dan teman-teman lainnya berdiskusi dan sharing untuk sekedar berbagi pengalaman hidup ketika mereka mejadi minoritas atau bahkan sebagai ajang konfirmasi atas apa yang Sri dengar di luaran sana tentang agama lain yang masih “katanya”, sehingga Sri juga dapat lebih memahami perasaan teman-teman minoritas saat mendapat perlakuan tidak adil.

Bukan saja pertemuan di gua maria, pertemuan kedua saat diminta untuk bercerita pasca kelas moderasi bersama 4 orang alumni kelas moderasi beragama lainnya, Sri merasa takjub dan terharu saat mereka bercerita pengalaman saat mengikuti kelas moderasi dan juga pertemuan di gua maria,

“secara pribadi saya tidak menyangka atas respon yang diberikan seperti halnya mereka, pun saya berasumsi jika setelah kelas berakhir maka akan bubar dan hanya ilmu berupa teori yang  dibawa pulang. Lebih dari itu ikatan perkawanan yang terbentuk merupakan hal indah yang didapatkan setelah mengikuti kelas”ungkapnya.

Kedepannya saya berharap alumni moderasi dapat berkembang dan kita selaku orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi agen-agen perdamaian dimulai untuk saat ini, untuk nanti dan untuk masa depan” harapannya.