Fiqh Islam, sejak pertama kali lahir telah berinteraksi dengan realitas sekitar masyarakat di mana fiqh dirumuskan dan diterapkan, dan realitas ulama yang memikirkan dan merumuskan. Dalam sejarah perkembangannya, dikenal ada fiqh Irak, fiqh Madinah, fiqh Syam dan fiqh Maghrib. Ada fiqh ahl ra’yi dan fiqh ahli hadits. Ada fiqh Abu Hanifah (w. 150H), Fiqh Malik bin Anas (w. 179H), Fiqh Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (w. 204H) dan ada fiqh Ahmad bin Hanbal (241H). Di Indonesia pun, sejak pertama Islam masuk di Indonesia, telah dikenalkan berbagai aliran pemikiran fiqh yang lahir dan berkembang di Indonesia. Ada pemikiran Syekh Abdurrauf Singkel (1643-1693M), Syekh Arsyad al-Banjari, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabau, Syekh Nawawi Banten (1230H/1813M-1314H/1897M), KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947M), KH. Ahmad Dahlan dan banyak lagi yang lain. Di antara pemikir hukum kontemporer yang tercatat memberi andil besar pada madzhab fiqh Indonesia, adalah M.T. Hasbi ash-Shiddiqi (1905-1975), Hazairin (1906-1975), Ibrahim Hosein, Munawir Syadzali (1925-…), KH. Sahal Mahfudz (1937-…) dan KH. Ali Yafie (1923-…), Masdar F. Mas’udi (1954-…). Untuk mengenal lebih jauh perkembangan dan dinamika fiqh madzhab Indonesia, di bawah ini dibicarakan beberapa pemikir hukum.
Sumber: “Fiqh Madzhab Indonesia; Pemikiran Hukum Hasbi ash-Shiddiqi, Hazairin dan Munawir Syadzali”, di KH. Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, Lies Marcoes Natsir dan Marzuki Wahid, Dawrah Fiqh Concerning Women – Modul Kursus Islam dan Gender, Fahmina Institute, Cirebon, 2007.