'Iddah dan Ihdâd

0
1942

Masyarakat Arab pra-Islam pernah menerapkan apa yang dikenal dengan ‘iddah dan ihdâd (atau hidad). Yakni, suatu kondisi di mana kaum perempuan yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya bahkan juga oleh anggota keluarganya yang lain, harus mengisolasi diri di dalam ruang terpisah selama setahun penuh. Dalam masa pengasingan itu, perempuan tersebut tidak diperkenankan untuk memakai wewangian, memotong kuku, menyisir rambut, dan berganti pakaian. Dia akan diberi seekor binatang seperti keledai, kambing atau burung untuk dipakai menggosok-gosok kulitnya. Diilustrasikan dalam sebuah hadits, begitu busuknya bau badan perempuan yang ber-ihdâd tersebut, sehingga tidak seorang pun berani menghampirinya, dan seandainya ia keluar ruangan dengan segera burung-burung gagak akan menyergapnya, karena bau busuk yang ditimbulkannya. Naifnya, tradisi ini tidak berlaku bagi kaum laki-laki.

Islam datang dengan mengupayakan adanya pengurangan waktu berkabung bagi seorang istri, dan ini dilakukan tidak dengan cara-cara yang merendahkan atau menistakan diri perempuan. Sesuai dengan keterbatasan dan kesederhanaan piranti teknologis pada waktu itu dan pertimbangan etis-moral lainnya, dibuatkanlah suatu ketentuan yang disebut ‘iddah. Yaitu, suatu masa menunggu bagi seorang perempuan yang baru berpisah dari suaminya, baik karena perceraian atau kematian, untuk tidak menikah lagi sebelum melalui beberapa waktu tertentu.


Sumber: Abd. Moqsith Ghazali  2007 “‘Iddah dan Ihdâd”, di KH. Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, Lies Marcoes Natsir dan Marzuki Wahid, Dawrah Fiqh Concerning Women – Modul Kursus Islam dan Gender, Fahmina Institute, Cirebon, 2007.