Hadapi Wahabi, Kyai NU Cirebon Rapatkan Barisan

0
1081

Para kiai pesantren yang tergabung dalam Ulama NU se-Kab. Cirebon, menyerukan kepada umat Islam di Indonesia agar mewaspadai gerakan keagamaan baru dari luar yang ingin mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Islam dengan system khilafah.

 

Para kiai juga meminta umat Islam terutama warga nahdhiyin agar berhati-hati terhadap agenda gerakan transnasional, yang membawa misi aliran Wahabi dari Arab Saudi yang ingin menggeser tradisi keagamaan NU dengan budaya mereka sendiri. Sebab mereka yang anti tradisi NU itu melakukannya melalui berbagai cara, mislnya dengan mensyurukkan, memuratdkan dan mengkafirkan budaya keagamaan NU.

Demikian beberapa butir hasil pertemuan Saresehan Kiai NU se Kab. Cirebon, Minggu (25/5) di Pondok Pesantren Khatulistiwa, Kempek, Kec. Gempol. Hadir dalam pertemuan itu antara lain KH. Syarif Utsman Yahya (Kempek Ciwaringin), KH. Syarif Hud Yahya (Babakan Ciwaringin), KH. Rahmatullah dan KH. Mughni (Tegal Gubug), KH. Mansur (Jagapura Gegesik), KH. Haris Jauhari (Susukan), KH. Ibrahim Rozi (Weru), KH. Zahid Hidayat (Plered), KH. Doim (Kapetakan), KH. Hamidin (Gunung Djati), KH. Mahfudz Bakri (Kasepuhan). Selanjutnya dari wilayah Timur, KH. Faizin Adnan dan KH. Zuhdi (Losari), KH. Hasanuddin Kriyani (Buntet), KH. Ridwan Sufyan (Pabedilan), serta para aktifis NU lainnya.

Menurut pengasuh pesantren Khatulistiwa Kempek yang juga penggagas pertemuan saresehan, KH. Syarif Utsman Yahya, umat Islam harus menyatukan langkah dan gerak dalam menghadapi kenyataan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

“Bagi NU, NKRI yang yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah final. Tidak ada bentuk Negara lain di Indonesia di luar itu. Siapa pun tidak boleh mengubah bentuk Negara yang dihasilkan para tokoh dan pendiri negeri ini. Dan tradisi paham Ahli Sunnah Waljama’ah atau Aswaja versi NU sudah menyatu dengan kultur masyarakat. Oleh karena itu, pihak luar harus menghargai perbedaan dan jangan merasa pahamnya sendiri yang paling benar,” terangnya.

Mencium Gelagat

Salah seorang aktifis muda NU dan salah seorang peserta saresehan, Drs. Marzuki Wahid, M.Ag, mengatakan, para kiai sudah mencium gelagat seperti itu dan akhirnya bertemu serta membahasnya dalam forum saresehan tersebut. “Namun kyai-kyai menyikapinya secara arif dan bijaksana. Dan akan mengingatkan semua masyarakat agar berhati-hati dengan dua ancaman, pertama, yang ingin mengubah system Negara NKRI dan kedua mengganti kultur NU serta mengecamnya,” katanya.

Pihaknya berharap, agar golongan trans-nasional yang membawa misi wahabi itu menghormati pluralitas atau kemajemukan di Indonesia. Keragaman keberagamaan di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Makanya, satu sama lain harus saling menghargai sebab sama-sama bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah seperti serta para sahabat Nabi.

“Jadi jangan saling mengkafirkan, memurtadkan dan mengklaim syirik golongan lain. Kalau tak suka jangan mengecam dan menjelek-menjelekkan, jalani ibadah versi keyakinan masing-masing. Selanjutnya jangan suka mengklaim atas nama umat Islam. Padahal, umat Islam di Indonesia sangat beragam pahamnya. Kita harus menghargai kebudayaan bagaimana nusantara sebagai basis kebangsaan. Tradisi NU sudah puluhan tahun, moso mau digeser dengan budaya kaum wahabi yang baru beberapa tahun datang ke Indonesia”, tandasnya.(C-20)


Sumber: Mitra Dialog, edisi 26 Mei 2008, dengan judul asli Hargai Perbedaan, diketik ulang oleh Ali Mursyid