Jumat, 27 Desember 2024

Haji, Simbol Perjuangan Kemanusiaan

Baca Juga

SAI_jpg

Ibadah Haji seluruhnya adalah simbol perjuangan kemanusiaan. Mari kita memulai saja dari Thawaf. Secara harfiah ia berarti berkeliling atau mengitari sesuatu. Dalam Haji ia berarti prosesi mengelilingi, mengitari bangunan kubus (Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Ka’bah, menurut al Qur’an, adalah rumah paling awal dibangun manusia. Ia sengaja dibangun sebagai symbol pusat rotasi kehidupan semesta. Ka’bah bagai matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planet. Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa seluruh alam semesta berputar tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan pujian dan memahasucikan Allah, Penciptanya. “Yusabbihu Lahu ma fi al Samawati wa al Ardh”.

Thawaf juga adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyatukan langkah, pikiran dan hati manusia dalam nuansa hati yang sepenuhnya pasrah kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana pula mereka akan kembali. Titik itu tidak lain adalah Allah. Dia adalah pusat Eksisensi, kepada siapa seluruh alam semesta, termasuk manusia harus mengabdi dan menghambakan diri, karena Dialah Penciptanya. Perjuangan hidup manusia seharusnya memang di arahkan dalam kerangka ini dan bukan ke arah dan dalam kerangka yang lain. “Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara di hari kemudian”.

Sa’i secara literal berarti berusaha dan bekerja keras. Dalam ibadah Haji ia berarti prosesi berjalan kaki dan kadang-kadang berlari kecil, dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Ini adalah simbol perjuangan manusia untuk mempertahankan eksistensi (hidup) yang tak pernah berhenti. Ya, perjuangan untuk survive. Tujuh seringkali adalah angka kiasan untuk arti banyak dan tak terbatasi. Simbol ini pada mulanya ditampilkan melalui kisah seorang perempuan bernama Siti Hajar. Ia mencari air di lembah yang tandus untuk Ismail, seorang bayi yang baru saja dilahirkannya. Bayi ini anak hasil perkawinannya dengan Nabi Ibrahim. Kelahirannya sudah lama diidamkan ayahnya. Sayang begitu lahir, atas perintah Allah, Ibrahim harus meninggalkan sang anak dan ibunya. Ibrahim ke Palestina. Di tanah yang tandus, kering kerontang, tanpa tumbuhan itu, kedua anak manusia yang lemah itu harus berjuang untuk hidup. Sesuatu yang dicari sang ibu adalah air, karena air adalah sumber utama kehidupan, sekaligus kesuburan bagi manusia dan alam. Allah mengatakan:“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu”(QS.Al Anbiya,30). Tuhan lalu menganugerahinya air Zam-zam. Ada bilang “Tham-Tham” (Tha’am=makanan).

Menarik sekali untuk diperhatikan, mengapa Tuhan memilih Hajar sebagai simbol.  Hajar diindentifikasi dengan sejumlah identitas sosio-kultural-politik. Hajar adalah perempuan, berkulit hitam, budak dan berkasta (kelas) rendah. Seluruh identitasnya adalah rendah dalam pandangan masyarakatnya ketika itu. Akan tetapi ia adalah seorang perempuan yang bertanggungjawab. Ali Syari’ati mengatakan: “Ia seorang ibu yang mencinta, sendirian, mengelana, mencari dan menanggungkan penderitaan dan kekhawatiran, tanpa pembela dan tempat berteduh, terlunta-lunta, terasing dari masyarakatnya, tidak mempunyai kelas, tidak mempunyai ras dan tidak berdaya. Ia seorang yang kesepian, seorang korban seorang asing yang terbuang dan dibenci”.(Ali Syari’ati, Haji, hlm.47)

Melalui Hajar, Tuhan tengah memperlihatkan pembelaan dan perhatian-Nya kepada nya justeru manakala masyarakat manusia mencampakkannya hanya karena jenis kelaminnya yang perempuan. Tuhan juga membelanya karena dia dilekati identitas-identias sosial yang juga sering dipandang rendah, kelasi dua, tak berharga, oleh masyarakatnya. Tetapi tidak bagi Tuhan. Dia justeru menghargainya. Melalui Siti Hajar, Tuhan sedang menunjukkan bahwa manusia adalah sama di hadapan-Nya, dan harus dihormati, apapun jenis kelamin dan apapun identitas sosialnya. Allah menyatakan :”Dan Sungguh, Kami (Allah), memuliakan Anak-anak Adam”.

Yang menarik lagi adalah bahwa Siti Hajar, isteri nabi Ibrahim, bapak para Nabi itu, sungguh, tidak berjuang hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk seorang anak manusia yang tidak berdaya, seorang bayi, yang kelak menjadi Nabi dan utusan Tuhan dan demi keluarganya.

Maha Suci dan Maha Agung Allah, sangat menakjubkan, karena sampai hari ini air zam-zam terus mengalir deras, tanpa pernah kering sampai hari ini. Ia adalah air yang bersih dan jernih. Bermiliar orang dari seluruh dunia telah meminumnya. Zam-zam melambangkan sumber kehidupan yang bersih, sehat dan halal. Ini sesungguhnya mengarahkan manusia agar mencari sumber kehidupan yang bersih dan halal. “Tuhan adalah Maha Bersih dan hanya merestui makanan yang bersih (halal)”, kata Nabi.

Wuquf di Arafah. Makna hafriyahnya adalah berhenti, berdiam diri sejenak di area tanah yang maha luas dan kering, di Arafah, yang konon, di situ tempat bertemunya kembali nabi Adam dan Siti Hawa. Dalam ibadah haji Wuquf berarti berada di Arafat untuk berizikir, berdoa dan berkontempelasi. Ini adalah kegiatan yang paling utama. “Al Hajj Arafah”,  kata Nabi. Begitu utamanya sehingga para jamaah yang tidak sempat berada di tempat ini, belum dianggap telah melaksanakan haji. Dia harus mengulangi hajinya pada kesempatan yang lain.

Prosesi ini merupakan contoh atau gambaran keberadaan manusia yang dicita-citakan Allah. Di tempat ini semua manusia dari berbagai pelosok dunia dengan berbagai bahasa, suku, warna kulit, tradisi, aliran keagamaan, kebangsaan, jabatan, pangkat dan lain-lain bersatu dan bersama-sama menghadap Allah sebagai Penguasa alam semesta Satu-satunya. Kedudukan mereka di hadapan Allah adalah sama.Orang yang paling dimuliakan dan dihargai Allah adalah orang yang paling taqwa, orang yang paling ikhlas mengesakan Allah dan paling banyak amal baiknya.

Arafah juga merupakan gambaran di dunia bagaimana kelak di hari kiamat semua manusia akan dikumpulkan dan menunggu keputusan Allah akan nasib sesudahnya, apakah akan dimasukkan ke dalam surga atau ke neraka. Sama seperti di tempat ini, semua manusia di padang Mahshyar kelak, dalam keadaan tanpa membawa apa-apa dan hanya akan membawa iman dan amalnya masing-masing sekaligus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah swt. Di Mahsyar kelak, tidak ada lagi harta, kekuasaan,kekerabatan, pertemanan dan keluarga yang bisa menolong atau membantunya. Allah berfirman :

يوم ما لا ينفع مال ولا بنون الا من اتى الله بقلب سليم وأزلفت الجنة للمتقين وبرزت الجحيم للغاوين

Hari di mana harta dan anak-anak tak akan berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan di hari itu didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertaqwa, dan diperlihatkan dengan jelas neraka kepada orang- orang yang sesat).(Q.S.al Syu’ara,[26:88-89).

Deklarasi Kemanusiaan Universal

Di Arafah, 15 abad yang lalu, Nabi besar Muhammad saw, menyampaikan pidato sebagai pesan terakhirnya yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Pidato Nabi yang disampaikannya di atas untanya tersebut dihadiri oleh sekitar 100 ribu orang. Isi dari pidato tersebut antara lain sebagai berikut:

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak tahu apakah aku dapat menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.

“Wahai manusia. Sesungguhnya darah kamu dan harta kekayaan kamu merupakan kemuliaan bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini. Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi.

“Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik (kesantunan)”.

“Wahai manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat Allah, dan kalian dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang kokoh”.

“Wahai manusia. Sesungguhnya setan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh manusia di negeri ini, akan tetapi setan itu masih terus berusaha (untuk menganggu kamu) dengan cara yang lain. Setan akan merasa puas jika kamu sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik”.

“Perhatikanlah perkataanku ini. Sesungguhnya aku telah menyampaikannya…Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al Quran) dan Sunnah nabi-Nya (Al-Hadits)

“Wahai manusia. Dengarkanlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin kamu , walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah (Etiopia) yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran Kitabullah (Al Quran ) kepada kalian semua”.

“Lakukanlah sikap yang baik terhadap hamba sahaya. Berikanlah makan kepada mereka dengan apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu ma’afkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka”.

“Wahai manusia. Dengarkanlah kata-kataku ini dan perhatikanlah dengan sungguh-sungguh. Ketahuilah, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan kerelaan hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri”.

“Ya  Allah, sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka..?. Kamu sekalian akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain (berkhianat).

“Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir. Acapkali orang yang mendengar berita tentang khutbah ini di kemudian hari lebih memahami daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini”.

“Kalau kamu semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan? Semua yang hadir menjawab: Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat. Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad saw kemudian bersabda: ” Ya Allah, saksikanlah pernyataan kesaksian mereka ini..Ya Allah, Lihatlah, mereka telah menyatakan itu. Ya Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah, saksikanlah pernyatan mereka ini.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Jumrah adalah melempar batu di tiga tempat di Mina, masing-masing tujuh kali. Pada tanggal 10 zhul Hijjah para haji hanya dibolehkan melempar 7 batu di satu tempat saja, yang disebt Jumrah Aqabah/Kubra). Tanggal 11 dan 12 Zhulhijjah, mereka wajib melakukannya di tiga tempat: Ula, Wusta dan Aqabah.

Jumrah adalah simbol perjuangan manusia untuk membersihkan hati dengan membuang dan melemparkannya jauh-jauh kecenderungan-kecenderungan egoistik yang seringkali menyesatkan bahkan menyengsarakan manusia yang lain. Ia sering digambarkan bagai mengusir setan, karena makhluk inilah punya karekter yang selalu ingin menyesatkan manusia. Angka Tujuh menunjukkan sekali lagi bahwa perjuangan ini tidak boleh berhenti. Ini karena dalam diri manusia ada kecenderungan melampiaskan nafsunya secara tak terkendali dan acapkali diarahkan untk menghancurkan kemanusiaan. Allah menyatakan : “Sesungguhnya hawa nafsu selalu menggerakkan manusia ke arah tindakan-tindakan yang buruk”. (QS.Yusuf,53).

Terakhir adalah Qurban. Secara harfiah ia berarti dekat atau mendekatan diri. Dalam Haji ia berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui penyembelihan ternak. Memenuhi seruan Tuhan dengan cara menyembelih hewan pada peristiwa ini adalah salah satu bentuk ketaqwaan kepada-Nya. Al Qur-an menyebutkan : “ dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak dari hal itu. Dan daging-daging unta dan darahnya sama sekali tidak akan dapat mencapai Tuhan. Tetapi ketaqwaan kamulah yang dapat mencapainya”.(QS.Al Hajj, 22 : 36-37).

Ia adalah simbol perjuangan manusia mewujudkan solidaritas sosial-ekonomi demi kesejahteraan bersama. Allah menyatakan : “Kemudian bila (hewan itu) telah roboh, maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan keberadaannya (kemiskinannya) dan orang yang minta-minta”. Seorang penafsir modern Rasyid Ridha menyatakan bahwa ibadah qurban melambangkan perjuangan kebenaran yang menuntut tingkat kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang tinggi”.  Pandangan ini mengajak kita untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada dimensi moral dan perjuangan kemanusiaan ini. Dan semua harus terus diperjuangkan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial. Kepemihakan Islam terhadap komunitas manusia yang miskin atau dimiskinkan oleh struktur sosialnya merupakan komitmen utama Islam. Menyembelih hewan adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang menyesatkan dan yang seringkali tidak peka dan tak peduli terhadap penderitaan orang lain.

 

Cirebon, 16 Nopember 2010.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

FKUB Kab. Cirebon Berikan SK untuk 10 Kecamatan Penggerak Moderasi

Oleh: Zaenal Abidin Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon berikan Surat Keputusan bagi 10 Kecamatan Penggerak Moderasi. SK ini...

Populer

Artikel Lainnya