Warkah al-Basyar Vol. VIII Edisi 11 (10 April 2009 M./14 Rabi’ul Akhir 1430 H)
Islam dan Kesehatan Reproduksi
Oleh Asih Widyowati*
Jumat, 10 April 2009
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia. Namun demikian, situasi kehidupan tidak selamanya menempatkan setiap orang dalam derajat yang sehat. Ketimpangan dalam bidang kesehatan inilah yang menjadikan setiap tanggal 7 Maret diperingati sebagai hari kesehatan dunia. WHO sebagai lembaga internasional yang membidangi kesehatan memandang penting untuk melindungi bumi dari risiko terjadinya wabah, resesi dan memusnahnya penduduk. SARS (Severe Acute Respitory Syndrome) sudah membuktikan betapa rentannya dunia dengan tingginya mobilitas, saling terkait dan kuatnya ketergantungan satu dengan yang lainnya. Masalah kesehatan ternyata telah mengguncang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat dunia.
Indonesia adalah salah satu negara yang tergabung dalam organisasi WHO dan telah melakukan ratifikasi-persetujuan. Sehingga Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan penghormatan, perlindungan, pemajuan dan pemenuhan terhadap hak warganya dalam hal kesehatan. Kesehatan reproduksi menjadi salah satu isu yang masih menyisakan banyak masalah di Negara ini. Salah satu isu tentang kesehatan yang sedang aktual di Indonesia adalah masalah aborsi. Belum lama ini media elektronik marak memberitakan terkuaknya praktek aborsi ilegal di salah satu klinik bersalin di Jakarta.
Praktek aborsi ilegal ini aktifitasnya tidak mencolok sehinggga masyarakat tidak banyak yang menduga, terlebih lagi dengan penggunaan klinik resmi dengan izin dari Departemen Kesehatan (DepKes).
Penelitian Universitas Indonesia (UI) Jakarta tentang aborsi menyebutkan bahwa aborsi dilakukan oleh perempuan yang beruisa 20-25 tahun, dengan angka sekitar 66% menikah mudah dan 33% belum menikah, biasanya dilakukan oleh anak-anak remaja seperti SMA atau Mahasiswa. Sangat ironis yang seharusnya bangga menjadi ibu memiliki posisi yang sangat mulia. Karena melalui rahim ibu dihidupkan sang bayi, dilahirkan dan diasuhnya. Kemuliaan ini harus di dukung masyarakat dengan melahirkan norma-norma sosial dan aturan yang mendukung perkembangan calon ibu yang sehat, pintar, cerdas, kuat dan bertanggung jawab.
Dalam hal ini ada beberapa fakta mengenai aborsi yang harus menjadi pertimbangan: pertama, bahwa stigmatisasi (pandangan) tentang aborsi yang selama ini berkembang ternyata tidak efektif menghentikan praktek aborsi ilegal. Justru mengantarkan perempuan untuk melakukan aborsi ilegal. Kedua, pelaku aborsi adalah mereka yang telah bersuami dan sebagian dari kehamilan mereka karena kegagalan kontrasepsi, jarak anak yang terlalu rapat, dan pertimbangan medis. Ketiga, hukum bagi pelanggaran aborsi ilegal terutama hukum sosial hanya ditunjukan pada perempuan tanpa menyentuh pasangan yang menyebabkan kehamilan.
Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam para ulama Fiqh telah merumuskan beberapa prinsip yang berkaitkan dengan persoalan aborsi, yaitu; Pertama, prinsip penghormatan terhadap kehidupan manusia baik terhadap janin maupun ibu yang mengandung. Kedua, prinsip nyawa ibu lebih diutamakan dari janin. Ketiga, penetapan ketentuan paling minim resikonya baik ibu maupun janin. Keempat, yang tercantum dalam Al-Qur’an “dan janganlah kamu ceburkan dirimu ke dalam kehancuran” (QS. Al-Baqarah: 195). Maksud dari prinsip ayat ini bahwa kita harus berupaya untuk tidak terjerumus ke dalam kerusakan dan kehancuran, salah satunya adalah tindakan aborsi.
Mengacu dari prisnsip-prinsip di atas, bahwa setiap manusia mengemban amanat untuk memelihara kehidupan dan menjaganya. Membiarkan praktek aborsi yang merajalela adalah kejahatan kemanusiaan. Dalam Al-Qur’an sendiri amanah reproduksi menjadi perhatian serius, “kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, karena ibunya telah mengandungnya dengan penuh kesusahan diatas kesusahan dan menyusuinya selama dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kedua orang tuamu, dan hanya kepadaKu lah kamu akan kembali” (QS. Al-Luqman: 14) dan “kami wasiatkan pada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya; karena ibunya telah mengandungnya dengan penuh kesusahan dan melahirkannya dengan penuh kesakitan” (QS. Al-Ahqaf: 15) .
Ayat ini memberikan penghargaan yang tinggi terhadap amanah reproduksi, sekaligus menyebutkan orang lain untuk berbuat baik (ihsanan) kepada sang ibu sebagai pemegang amanat. Tentu dengan maksud agar proses reproduksi berjalan lancar, sehat, aman dan tidak menistakan perempuan. Dalam ayat di atas pula secara sengaja disebutkan sasaran dari wasiat ini adalah manusia (al-insana) bukan sekadar anak kepada ibu tetapi kita semua umat-Nya. Sehingga perhatian terhadap amanah reproduksi menjadi tanggung jawab secara kolektif, untuk bahu membahu menjaga, mengemban dan melaksanakannya.
Begitu besar perhatian ajaran Islam tentang penghargaan akan reproduksi perempuan yang menjunjung tinggi martabat perempuan. Dengan demikian harus terus dilakukan pendampingan dan penguatan dikalangan perempuan melalui sosialisasi, pelatihan serta pemberdayaan. Akhirnya, penting melakukan gerakan saling bersinergi untuk pembelaan, perjuang, dan pemeliharaan terhadap kesehatan reproduksi perempuan sebagai wujud bakti terhadap jasa para Ummi dalam kehidupan kita. Wallahu’alam bishowab.[]