Senin, 23 Desember 2024

Keluarga Sakinah Itu Untuk Siapa dan Oleh Siapa?

Baca Juga

Oleh: Dr. Nur Rofi`ah Bil. Uzm

Menarik memperhatikan penerjemahan surat ar-Rum ayat 21. Ini adalah ayat yang hampir selalu menghiasi undangan pernikahan sampai disebut ayat undangan. Kebayang ya sekuat apa pengaruhnya pada calon mempelai dan masyarakat pada umumnya tentang sakinah dalam pernikahan itu untuk dan oleh siapa.

Perhatikan perbedaan sangat signifikan pada dua model penerjemahan atas ayat ini:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Model pertama adalah yang sangat lazim sehingga mudah ditemukan di mana-mana.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-Nya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Model penerjemahan seperti ini, akan mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa: sakinah dalam perkawinan adalah untuk suami yang mesti dilakukan oleh isteri.

Bahasa Arab ini dibangun dalam satu sistem jenis kelamin yang sangat ketat. Bagi yang paham perbedaan antara jenis kelamin dan gender, maka sistem gender sesungguhnya lebih pas. Tapi mengingat gender ini istilah baru, saya gunakan saja istilah jenis kelamin dengan catatan seperti di atas ya.

Jika masyarakat Jawa membangun sistem berpikirnya berdasarkan kelas sosial, maka masyarakat Arab dengan jenis kelamin.

Ketika bicara bahasa Jawa, kita tidak bisa melarikan diri dari pembagian kelas manusia menjadi 3: Ngoko (rendah), Madyo (menengah), dan Inggil (atas). Lah piye mau melarikan diri wong konsep ini melekat dalam setiap kata. Mau bilang pergi saja minimal ada 3 pilihan: lungo, kesah, tindak.

Hal serupa terjadi ketika bicara Bahasa Arab. Kita juga tidak bisa melarikan diri dari pembagian jenis kelamin menjadi dua, yaitu mudzakar (laki-laki) dan muannats (perempuan). Lah piye mau melarikan diri wong konsep ini juga melekat dalam setiap kata benda (isim) kata kerja (fi’il:fa’ala-fa’alat), kata sifat (jamil-jamilah), kata sambung (isim maushul: alladzi-allati), juga kata tunjuk (isim isyarah:hadza-hadzihi).

Karenanya, bicara bahasa Arab mustahil netral gender. Bahkan Maha Suci Allah dari berjenis kelamin tapi dalam bahasa Arab menjadi berjenis kelamin tapi hanya lafadznya, bukan dzatnya.

Salah satu aturan yang menarik dan relevan dengan pembahasan tentang penerjemahan ayat di atas adalah bentuk Grup Laki-Laki (jama’ mudzakar) itu bisa hanya meliputi laki-laki, tapi bisa pula meliputi laki-laki dan permepuan. Makanya semua ayat tentang perintah shalat, puasa, zakat, dan haji semua menggunakan Jama’ Mudzakar tapi tidak seorang ulama pun yang menyimpulkan hanya laki-laki yang berkewajiban atas hal-hal ini.

Mempertimbangkan aturan di atas, maka terjemahan ar-Rum ayat 21 model kedua bisa dilahirkan:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian (laki-laki dan perempuan) pasangan (suami atau isteri) dari jenis kalian sendiri, supaya kalian (laki-laki dan perempuan) cenderung dan merasa tenteram kepadanya (suami atau isteri) dan dijadikan-Nya diantara kalian (laki-laki dan perempuan) rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Atau versi singkatnya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian bojo dari jenis kalian sendiri, supaya cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Apa ada ya padanan bojo dalam bahasa Indonesia yang hanya 1 kata. Pernah pakai kata pasangan langsung diprotes karena ada konotasi lain.

Apa kesimpulan dari penerjemahan model kedua?

Untuk siapakah Sakina dalam perkawinan? yaitu untuk suami dan isteri. Mesti diupayakan oleh siapa? Ya oleh keduanya.

Perbedaannya sangat signifikan bukan?

Lalu, manakah di antara dua model penerjemahan yang paling populer? Yuk cek model mana yang ada di Terjemahan al-Qur’an atau di undangan pernikahan yang ada di dekat kita.

Wallahu A’lam bish Showab.

Salam Sakinah untuk Pasutri,

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya