Senin, 23 Desember 2024

Launching Buku, Berbagi Pengalaman Dampingi Rakom

Baca Juga

Launching Buku Islam dan Jurnalisme KemanusiaanSampai sekarang masih ada masyarakat yang belum mendapatkan perhatian cukup dari banyak pihak terutama pemerintah, yaitu masyarakat marjinal, yang tersisihkan dan tidak pernah memperoleh informasi yang benar dan luas. Radio-radio pemerintah, mungkin ada tapi belum cukup untuk memberikan pencerahan, motivasi, dan memberi ruang dialog bagi masyarakat dengan pemerintah. Karenanya Fahmina menganggap bahwa harus ada upaya untuk membuka ruang dialog dan ruang pencerahan bagi masyarakat kelas akar rumput. Karena itu Fahmina berinisiatif untuk memfasilitasi berdirinya radio-radio komunitas. Di tengah-tengah kesulitan, kemiskinan, rendahnya pendidikan masyarakat, maka apa yang dilakukan oleh radio-radio ini dapat membantu masyarakat untuk memperoleh sumber-sumber informasi bagi penguatan ekonomi. Ini saya kira yang ingin disampaikan Fahmina dengan menyusun buku Islam dan Jurnalisme Kemanusiaan. Demikian diungkapkan KH. Husein Muhammad, dalam sambutan pembukanya dalam acara Launchiing Buku Islam dan Jurnalisme Kemanusiaan, di Hotel Grage Cirebon beberapa hari lalu, 26/12/2008.

Acara launching buku yang dihadiri oleh ratusan aktifis radio komunitas dan jejaring Fahmina lainnya ini menghadirkan lima panelis. Yang terdiri dari satu orang perwakilan penulis buku dan empat orang lainnya sebagai pembedah. Menurut moderator acara, Marzuki Wahid,  para pembedah yang hadir sangatlah representatif. Karena memang ada pembeda yang merupakan pelaku dan aktifis radio komunitas yang diwakili oleh Bpk. Welli. Ada pembedah yang merupakan ahli di bidang radio komunitas, dalam hal ini Budi Hermanto dari CRI Yogyakarta. Ada pembedah dari jurnalis dan wartawan senior di Cirebon, Nurdin M. Noor dan hadir juga Hj. Maria Ulfah Anshor sebagai pembeda dari kalangan aktifis perempuan. Sementara itu atas nama penulis, hadir Ali Mursyid.

Mula-mula moderator mempersilahkan penulis untuk mempresentasikan isi buku dan segala hal terkait. Lalu kemudian satu demi satu pembedah dipersilahkan memberi komentar, ulasan, kritikan dan masukan. Para hadirin juga dipersilahkan ikut serta berdiskusi mengenai buku atau radio komunitas pada umumnya.

”Melalui buku ini kami ingin menghadirkan pengalaman kami ketika bersinggungan dengan jurnalisme. Jurnalisme yang dimaksud adalah jurnalisme kemanusiaan. Proses bagaimana aktifis radio komunitas meliput berita di desa-desa dan menyiarkannya, terutama kaitannya dengan keterlibatan komunitas pesantren di dalamnya”, kata Ali Mursyid, menjelaskan seputar maksud dan isi buku. Lebih jauh Ali juga menjelaskan bahwa kata Islam dalam susunan judul buku Islam dan Jurnalisme Kemanusiaan dimaksudkan menunjuk Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang selalu memihak pada segala upaya menegakkan keadilan, kesetaraan, dan berpihak pada mereka yang termarjinalkan.

Menyahuti apa yang dikatakan Ali, Welli pembedah dari Caraka FM, bahwa di lapangan, radio komunitas memang teruji bisa menjadi media pemberdayaan masyarakat. Ini dibuktikan oleh pengalamannya melakukan berbagai kegiatan poemberdayaan melalui Caraka FM.

Sementara itu Nurdin M Noor, berusaha menyoroti sisi unik dan menariknya radio komunitas. Menurutnya Radio komunitas sangat menarik, karena menyiarkan hal-hal yang yang tidak pernah diberitakan pemerintah nasional, regional maupun internasional. Ia memberitakan sisa-sisa dari peristiwa dan berbau human interest. Radio seperti ini bisa menjadi pagar untuk berita-berita atau pemberitaan yang memang kadang-kadang menyimpang dan terlalu lepas tak terkendali.

Lebih dari itu, Maria Ulfah Anshor dengan terus terang menyatakan kekagumannya pada media radio komunitas. ”Jangan-jangan lebih efektif radio komunitas dengan jangkauan satu  kecamatan yang dapat bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat dibanding melalui media training. Karena dengan radio komunitas, dengan satu kali penyampaian maka berita akan tersebar semua”. Maria berharap agar radio komunitas bisa menjadi media penyadaran bagi warga terhadap berbagai ketimpangan sosial yang ada di lingkungan masing-masing.

Di luar itu semua, sesungguhnya fungsi utama radio komunitas adalah menyuarakan suara mereka yang selama ini tidak bersuara (voice of voicless). Ini dtegaskan Budi Hermanto. ”Jika radio komunitas bisa membuat 30 orang saja yang merasa tersuarakan dengan adanya radio komunitas, maka tentu akan ada 30 orang yang merasa bgian dari radio komunitas. Nah ini kan memungkinkan memunculkan perubahan sosial dari sini”, jelas Budi.[]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya