Selang beberapa jam kemudian, setelah lama berbincang, Ibu Kemuning pun pamit. Agaknya Bu Kemuning merasa kurang betah berlama-lama di rumah Bu Nurul. Menurut pemahamannya, sesuai dengan firman Allah yang menyebutkan, “Apabila kita berada diantara suatu kaum, maka kita termasuk ke dalam golongannya.” Maka, Bu Kemuning merasa takut kalau-kalau dirinya termasuk ke dalam golongan di luar dari agama yang dianutnya itu.
*******
Keesokan harinya, di pagi yang cukup dingin, awan-awan digerakkan oleh angin untuk menghimpun mendung sebagai isyarat untuk menghadirkan hujan. Ibu Kemuning terlihat sedang berjalan bergegas keluar pasar membawa beberapa kantong plastik yang berisi sayur mayur dan buah-buahan, ia berjalan hendak menuju jalan raya mencari angkutan umum untuk pulang. Langkahnya sedikit dipercepat, khawatir hujan turun sebelum dirinya mendapatkan tumpangan. Ketika ia berjalan melewati gereja yang tak jauh jaraknya dari pasar tempat Ibu Kemuning belanja , hujan deras pun turun.
Terpaksa Bu Kemuning menghentikan langkahnya dan meneduh diantara pepohon beringin yang besar dekat tempat parkir gereja. Tetiba, pandangan Bu Kemuning tertuju pada sosok pemuda dari kejauhan yang ada di dalam gereja tersebut, yang tengah beribadah dengan penuh khusyuk dan kekhidmatan. Beberapa menit kemudian Bu Kemuning terperanjak setelah dihampiri dan disapa oleh pemuda yang baru saja dilihatnya tadi. Ternyata dia adalah Marcoes, teman Kemuning, anak dari Bu Nurul.
“Tante, saya bawakan payung. Mari ikut bersama saya. Saya antar Tante pulang ya? Hujannya kayaknya bakal awet deh, Tante.” Ajak Marcoes dengan tutur kata yang santun dan lembut.
Awalnya Bu Kemuning menolak, karena merasa malu sebab selama ini sudah bersikap sinis kepada Marcoes. Namun Marcoes berhasil membujuk Bu Kemuning untuk bersedia diantar pulang ke rumah. Selama di jalan, saat Marcoes menyetir mobil, seringkali Marcoes mengajak ngobrol Bu Kemuning, tapi selalu ditanggapi singkat dan seperlunya saja oleh Bu Kemuning.
Sejurus itu, saat lampu merah menyala, ada seorang anak kecil yang menghampiri mobil Marcoes sambil menyenandungkan sholawat, bermaksud mengharap receh darinya. Marcoes pun tersentuh hatinya. Rasa kasihan menyelinap tiba-tiba. Lalu, ia membuka kaca jendela mobilnya.
“Dek, jangan hujan-hujanan. Nanti kamu sakit. Ini untukmu ya. Pakailah!!” sembari memberikan sebuah payung lipat, makanan dan beberapa lembar uang.
“Makasih banyak, Kak. Semoga Allah menyayangi Kakak.” Begitu bahagianya anak kecil itu saat mendapatkan pemberian yang berlimpah dari Marcoes.
“Amin. Makasih juga ya Dek do’anya!” Marcoes pun menutup kaca mobil sambil berlalu.
Kini, lagi-lagi sikap Marcoes yang santun itu telah diam-diam membuat Ibu Kemuning berdecak kagum.
“Kok kamu ngasih buat anak tadi? Kan dia ga seagama dengan kamu?” tanyanya dengan nada yang agak gengsi.
“Tante, justru saya banyak belajar loh dari anak tante. Kemuning anak yang baik dan penyayang pada semua orang. Dia mampu bersahabat dengan siapapun tanpa melihat apa agamanya. Tante pasti bangga ya punya anak seperti Kemuning? Saya saja yang dulu pernah menutup diri dan tak mau kenal dengan selain yang se-iman dengan saya, menjadi lebih bisa menghargai yang berbeda keyakinan dengan saya.
Ya, walaupun ibu saya sendiri keyakinannya berbeda dengan saya, tapi jujur yang bisa sampai membuka pikiran saya untuk bisa peduli dan memperhatikan sesama tanpa melihat latar belakang agama ya anak tante, Kemuning. Dia pernah bilang, Tuhan itu Maha Kasih dan Maha Sayang, untuk seluruh alam, tidak membeda-bedakan.
Jadi, ngapain masih mempersoalkan agama yang berbeda kalau kita masih bisa melakukan kebaikan untuk sesama? Begitu yang disampaikan Kemuning, Tante. Saya bersyukur banget deh punya sahabat seperti Kemuning. Saya jadi lebih penyayang looh Tan… ke Mamah, Papah.. juga semua orang di sekitar saya. Hehe…” Jelasnya panjang lebar membanggakan Kemuning.
Mendengar penjelasan Marcoes, mata Ibu Kemuning sempat berkaca-kaca karena terharu. Anaknya ternyata telah banyak menginspirasi tentang nilai-nilai kemanusiaan dan menebar kebaikan bagi dan untuk teman-temannya.
*******
“Tok… Tok… Tok……..”
Kemuning tersentak, segera terbangun dari lamunan panjangnya yang berbabak-babak. Segeralah Kemuning membukakan pintu dengan cepat,
“Ini ibu buatkan pisang goreng keju kesukaan kamu, Ning. Ini juga kopi susunya, diminum ya?” Sembari masuk kamar Kemuning dan meletakkannya di meja belajar Kemuning.
Hati Kemuning berbunga-bunga dan merasa bahagia, Ibunya memang telah cukup berubah pemikirannya, menjadi lebih terbuka. Semenjak ditunjukkan bukti-bukti positif yang ada pada diri kepribadiannya sendiri pada sang ibu.
“Ibu harusnya jangan repot-repot, Bu.” Seraya senyum tersipu karena bahagia.
“Enggak, sayang. Maafin Ibu ya. Selama ini Ibu udah salah menilai kamu dan teman-teman kamu. Kamu emang anak yang baik dan menjadi pelita bagi Ibu serta teman-teman di sekitarmu.” Seraya memeluk Kemuning dengan bangga dan penuh cinta.
*******