Pemerintah Daerah (Pemda) Cirebon menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anti Trafiking, yang disusun oleh Jaringan Masyarakat Anti Trafiking (Jimat) Cirebon. Komitmen itu dinyatakan langsung oleh Wakil Bupati (Wabup) Cirebon, Ason Sukasa, mewakili Bupati Cirebon yang berhalangan hadir dalam audiensi bersama Jimat, di Ruang Rapat Bupati Cirebon, pada Kamis (27/08). Dalam audiensi yang difasilitasi Fahmina-Institute, juga dihadiri sejumlah LSM yang tergabung dalam Jimat, di antaranya Balqis, Bannati, Forum Warga Buruh Migran (FWBMI), Warga Siaga, serta dinas terkait seperti Staf ahli, Kabag Hukum, Disdukcapil, Disnakertrans, BPMPD, Kesra dan Kesbang Cirebon.
Dalam sambutannya, Ason mengaku prihatin atas merajalelanya kejahatan perdagangan orang (trafiking), terutama di Kabupaten Cirebon. Menurutnya, memberantas kejahatan trafiking merupakan perjuangan bersama.
“Kami juga manusia yang memiliki hati nurani, kami tidak menuntup mata. Raperda ini tentunya akan kita masukkan ke tim Raperda. Kami senang dan setuju menerima informasi ini. Ini merupakan salah satu bentuk kepedulian kami. Jadi akan kita pelajari bersama, karena ini merupakan hal yang perlu kita sikapi,” ungkap Ason yang mengaku tidak bisa mengikuti audiensi sampai selesai, sehingga dia menyerahkannya kepada Asisten Daerah (Asda), M Irman.
M. Irman menambahkan, Raperda yang diusulkan Jimat masih perlu didiskusikan kembali dan akan diinventarisir dan dimasukkan di tahun 2010. “Hasil pertemuan ini akan kami sampaikan ke Bupati dan ke depannya akan ditindaklanjuti. Kita sependapat dan akan berusaha mendorong bagaimana caranya agar Perda itu lahir. Jadi kesimpulannya, kita akan bicarakan dengan tim Perda,” papar Irman.
Pentingnya Perda anti trafiking juga ditekankan Direktur Fahmina-Institute, Marzuki Wahid. Marzuki memaparkan, Raperda Anti Trafiking tersebut diperjuangkan Jimat dari tahun 2005. Trafiking merupakan kejahatan manusia yang sungguh sangat biadab dan merampas kemerdekaan manusia. Trafiking juga sudah sangat teroganisir. Sehingga sudah seharusnya memperoleh respon, dukungan dan komitmen Pemda, salah satunya dengan mengesahkan Raperda perlindungan dan pencegahan trafiking menjadi Perda.
Marzuki mencatat, ada 775 kasus trafiking di Kabupaten Cirebon yang tercatat oleh Jimat sejak tahun 2002. “Ini bukan angka yang kecil. Ini baru yang terlaporkan, saya yakin yang tidak terlaporkan lebih dari ini. Jadi sudah seyogyanya kita harus bertindak. Oleh karena itu, kami mau memohon respon terutama dari pemerintah daerah terutama wakil pemerintah daerah. Ini sekadar inspirasi. Karena Raperda ini sudah disusun tahun 2005, dan selalu ada perbaikan,” jelas Marzuki.
Jimat juga telah melakukan hearing dengan DPRD dan eksekuitf, beberapa diantaranya; Pemberdayaan Perempuan (PP), Biro Hukum, dan Disnakertrans. “Tinggal satu hal saya kira, yaitu landasan hukum dari daerah. Karena secara yuridis, ini sudah sangat cukup kuat, mulai dari Undang-undang Perlindungan Anak, PKDRT, sampai yang terahir UU PTPPO. Kami membuka tangan lebar-lebar untuk bersama-sama Pemda dan legislatif untuk menggolkan Perda ini,” lanjut Marzuki.
Marzuki menambahkan, upaya tersebut sebagai bagian dari komitmen bangsa dan pemerintah untuk melindungi warganya. Karena menurutnya, faktor utama dari utama terjadinya kejahatan trafiking adalah tidak ada sistem perlindungan dan jaminan keamanan serta keselamatan bagi warga. Baik sebagai buruh migran maupun lokal.