Oleh: Siti Rofi’ah
Salah satu output yang ingin dihasilkan dari DKUP ini adalah ulama perempuan yang memiliki perspektif keadilan gender. Perspektif ini penting, kenapa? karena apapun yang kita baca tergantung perspektif kita” Demikian Kiai Marzuki Wahid memberi pengantar dalam kelas perdana DKUP tadi pagi.
Beliau melanjutkan penjelasannya dengan mengutip ungkapan Ali Bin Abi Thalib “Wa hadza al-Qur’an innamaa huwa khatthun masthur bayna daffatayn laa yanthiqu. Innamaa yatakallamu bihi al-Rijal”.
Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa, al-Qur’an hanyalah teks tertulis, Al-Quran tidak bicara sendiri, manusialah yang berbicara melaluinya.
Al-Qur’an memang kalam Allah yang Qadim, tapi sekaligus teks tertulis yang hanya bisa “dibunyikan” oleh manusia. Maka, ketika perspektif yang digunakan dalam membaca teks al-Qur’an adil gender, hasilnya akan adil. Sebaliknya, ketika perspektifnya tidak adil gender, hasilnya pun akan bias gender seperti yang terjadi selama ini.
Kita tentu sering menemui ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks hadist yang digunakan dalam argumentasi ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan. Teks-teks agama ini kemudian ditarik dalam berbagai konteks pembahasan mulai dari yang privat hingga yang publik.
Misalnya dalam fiqh munakahat istri harus taat mutlak kepada suami, istri tidak boleh keluar rumah tanpa seijin suami dengan alasan apapun. Istri tidak sah puasa sunnahnya tanpa seijin suami, dan istri yang tidak punya hak talak.
Di ruang publik, suara perempuan dianggap sebagai aurat, perempuan dianggap tidak layak menjadi pemimpin suatu kaum, perempuan tidak punya kemampuan intelektual yang sama dengan laki-laki, perempuan itu lemah karena tercipta dari tulang rusuk laki-laki, perempuan itu sumber fitnah, dan lain-lain.
Nampak sangat tidak ramah perempuan, bukan? ini karena perspektif yang digunakan tidak adil gender.
Padahal, Allah mengisyaratkan bahwa iman kepada-Nya berarti juga meyakini bahwa setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah setara, mereka adalah mitra dalam kebaikan (QS. At-Taubah [9]: 71). Kalau kita beriman kepada Allah tapi masih diskriminatif kepada sesama manusia, maka sudah sepantasnya keimanan kita dipertanyakan.
Bismillah mengikuti DKUP beberapa hari ke depan, belajar kepada para Kiai dan Ibu Nyai, ngalap berkah….
*Kader UIama Perempuan Muda