Faktor Penyebab Perdagangan Orang
Kejahatan perdagangan orang sendiri, biasanya terjadi karena berbagai faktor. Selama ini kajian lapangan sebagian besar menunjukkan bahwa, seorang perempuan muda atau seorang anak diperjualbelikan karena dorongan ekonomi. Seorang perempuan muda, akan dianggap lebih mudah diperdagangkan pada saat mereka membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup nya dan keluarganya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi menjadi penyebab utama dalam kejadian tersebut. Atau bisa juga seorang anak diperjualbelikan karena orang tua mereka tidak mampu mengasuh dan membesarkannya, karena alasan keterbatasaan ekonomi. Namun, dari data yang ada, diketahui bahwa kejahatan perdagangan orang tidak seluruhnya disebabkan faktor ekonomi. Dalam hal ini kemiskinan hanya salah satu faktor pendorong saja, bukan faktor utama.
Faktor lain penyebab perempuan menjadi korban perdagangan orang adalah karena dipaksa atau dibujuk orang lain di sekitarnya. Pemanfaatan peluang oleh sindikat atau pihak kedua terhadap korban merupakan cara lain munculnya kasus keajahatan ini. Rasa putus asa, marah, keluarga broken home bisa mempermudah pihak lain mengambil keuntungan dari perempuan korban. Dengan demikian, faktor ketidakberesan dalam keluarga, juga menjadi pemicu terjeratnya perempuan menjadi korban perdagangan orang.
Jawa Barat Salah Satu Daerah Rawan
Jawa Barat merupakan salah satu daerah dengan anggka korban perdagangan orang yang tinggi. Hal ini tidak dapat dipungkiri jika melihat pada aspek makro, seperti kondisi ekonomi, kependudukan, sosial, budaya, hukum, dan lain-lain. Misalnya ketidakseimbangan jumlah pencari kerja dengan ketersediaan lowongan kerja akan mendorong mereka mencari peluang kerja daerah, bahkan ke luar negeri. Selanjutnya, peningkatan sektor industri yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan cenderung berkorelasi dengan peningkatan kasus pelecehan, penipuan, dan angka tindak kekerasan terhadap kaum perempuan dan juga kasus-kasus lainnya. Termasuk perdagangan orang.
Tahun 2006 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 39.960.869 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 20.192.207 jiwa dan perempuan 19.768.662 jiwa, tingkat kepadatan penduduk mencapai 1378,65 jiwa per km2, serta jumlah pencari kerja pada seluruh jenjang pendidikan mencapai 4.676.721 jiwa atau 11,70% dari jumlah penduduk. Jumlah pencari kerja perempuan mencapai 1.879.839 (41,00% dari jumlah pencari kerja). Selanjutnya, jumlah pencari kerja dengan kualifikasi pendidikan rendah sampai menengah mencapai 3.909.792, atau 83,60% dari seluruh pencari kerja yang ada.
Sedangkan lowongan pekerjaan yang tersedia di Jawa Barat pada tahun 2006 hanya mencapai 35.003 lowongan menurut 10 sektor pekerjaan yang ada. Persaingan memperebutkan lowongan pekerjaan, menyebabkan pencari kerja dengan kualifikasi pendidikan dan keterampilan yang lebih rendah tersisihkan dan mencari peluang ke luar wilayah, seperti menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Kondisi tersebut telah mendorong munculnya praktek-praktek rekrutmen TKI ilegal dengan memanfaatkan tingginya persaingan kerja, lemahnya aturan pencarian kerja keluar negeri seperti kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, informasi minimal calon tenaga kerja tentang negara tujuan dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan, serta lembaga yang menampung mereka. Para perekrut tenaga kerja, dengan memanfaatkan situasi dan kondisi tersebut dengan leluasa dan mudah mendapatkan calon tenaga kerja.
Memang sampai sekarang, data korban perdagangan orang di Jawa Barat sulit dikumpulkan. Namun, menyimak tingginya anggapan bahwa jumlah tenaga Pekerja Seks Komersial (PSK) di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, berasal dari Jawa Barat, tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu terjadi. Kini saatnya semua pihak peduli, sehingga kasus perdagangan orang tidak terulang kembali. Pemerintah daerah melalui pihak yang berwajib mestinya mampu menjerat dan menghukun pelaku serta sindikatnya.
Pemerintah, sebagai pihak penerima devisa dari para buruh migran, mestinya melindungi dan menjamin hak-hak mereka dengan baik. Apalagi sekarang, Undang-Undang mengenai hal ini telah disahkan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Th. 2007 yang telah disahkan menyebutkan bahwa: “Perdagangan perempuan dan anak dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).” Sebelum UU ini disahkan, pelaku perdagangan orang hanya dijerat dengan undang-undang pidana. Hukumannya terlalu ringan, bahkan kadang bisa dibebaskan karena mampu bayar tebusan.
Islam Melarang Eksploitasi
Salah satu prinsip yang dijunjung tinggi dalam Islam adalah penghormatan terhadap kemanusiaan. Dalam al-Qur’an Allah SWT memuliakan manusia. “Sungguh, kami benar-benar memuliakan anak-anak Adam (manusia). Kami sediakan bagi mereka sarana dan fasilitas untuk kehidupan mereka di darat dan di laut. Kami beri mereka rizki yang baik-baik, serta Kami utamakan mereka diatas ciptaan Kami yang lain.” (Q.S. al-Isra’: 70)
Dalam ayat lain disebutkan bahwa misi kenabian Nabi Muhammad SAW adalah untuk menebarkan kasih sayang terhadap seluruh alam. “Dan tidaklah Kami utus (wahai Muhammad) kecuali untuk (menyebarkan) kasih sayang terhadap seluruh alam.” (Q.S. al-Anbiya’ : 107) Prinsip penghormatan dan kasih sayang ini menjadi dasar relasi antar sesama dalam Islam.
Penulis adalah aktifis Fahmina Institut yang sekarang ditugaskan sebagai manajer pelaksana
Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Barat.
(Artikel ini dimuat dalam Warkah al-Basyar Vol. VII ed. 12 – tanggal 16 Mei 2008)