Perempuan lebih sering di-bully ketimbang lelaki. Dan pelakunya tak hanya bos mereka, namun bisa juga dari rekan kerja mereka sendiri. Apa yang mengganggu mereka, adalah seberapa seringnya mereka menyerang secara personal, dari pelecehan verbal dan membentak hingga sabotase pekerjaan. Belum lagi, bullying di tempat kerja adalah sesuatu yang benar-benar legal.
Sejumlah fakta di tempat kerja misalnya, seperti dikutip dari suaramerdeka.com. Verbal bullying dialami Stephanie Simpson, seorang perempuan yang bekerja menjadi executive assistant bagi walikota Seattle, pernah mengalami verbal bullying dari bosnya sendiri ketika ia meminta cuti hamil. Bosnya, menganggap hamil adalah pengganggu bagi para pekerjanya. Saat ia kembali dari cuti hamil, bosnya memberinya banyak pekerjaan sehingga waktu yang dibutuhkan Stephanie untuk anak dan keluarganya semakin sedikit.
Ia juga makin sering mengolok-olok Stephanie dengan mengatakan ia jelek ketika sedang hamil dan kerjanya jadi buruk. Ia seakan mengintimidasi Stephanie. Pelecehan ini berlanjut ketika Stephanie kembali dari cuti hamilnya yang kedua. Bos Stephanie bahkan berpura-pura menganggap Stephanie tidak ada. Ia mengacuhkan Stephanie dan bahkan tidak pernah lagi mengikutsertakannya ke dalam rapat dan menyuruh orang-orang untuk tidak berbicara padanya.
“Untuk pertama kalinya saya merasa takut. Saya tidak bisa mengerjakan pekerjaan saya dengan baik. Saya merasa bingung dan semrawut,” ujarnya.
Kasus di atas, merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus bullying di tempat kerja. Di tempat kerja kita, bullying bukanlah hal yang asing lagi. Kita sering menerima hal-hal seperti ini tanpa sadar, atau bahkan menjadi pelakunya. Yang Stephanie alami adalah verbal bullying, yakni penindasan dengan menggunakan perkataan-perkataan yang dapat menyakiti seseorang secara sengaja.
Dita, wanita berumur 25 tahun yang menjadi humas di sebuah perusahaan swasta, mengalami verbal bullying selama 2 tahun sejak pertama ia bekerja di perusahaan swasta tersebut. Ia sering diolok-olok lantaran fisiknya yang tidak langsing dan posisi pekerjaannya yang sering harus berhubungan dengan orang lain dianggap cari perhatian. Tak hanya rekan kerjanya yang mayoritas pria yang sering mengolok fisiknya, tetapi atasannya yang wanita dikenal sebagai ‘mak lampir’ di kantornya juga tak jarang melontarkan ejekan-ejekan pedas pada Dita.
“Sering banget dikatain ‘gembrot makanya kerjanya lamban’, ‘makan mulu kerjanya, jadi makan gaji buta’, atau ‘godain klien cowok’. Awalnya saya pikir cuma becandaan rekan kerja kayak biasa, tetapi sejak bos juga ikutan ngejek, ternyata emang beneran saya dibully,” ujar Dita.
Lalu bagaimana menghadapi verbal bullying ini?
Dalam situs Workplace Bullying Institute, sebuah organisasi di Amerika Utara yang mencarikan solusi bagi bullying di tempat kerja dijelaskan, bahwa korban bully biasanya adalah karyawan yang terlihat potensial dan kompeten dengan karakteristik tertentu.
Terhitung sebagai pegawai baru, pekerjaan Dita pun dipandang sebelah mata baik klien maupun rekan kerja. Hal ini sempat membuat stress dan ingin berhenti dari pekerjaannya, namun karena kondisi Dita yang memang sedang membutuhkan tambahan finansial, ia mencoba acuh terhadap cibiran-cibiran itu. “Pertamanya sih masih pada terus-terusan ngejek, tapi lama-lama kesannya pada capek sendiri.”
Perhatikan sekali lagi job desk Anda. Apakah semua pekerjaan yang terus ditimpakan pada Anda sudah tercantum dalam kontrak? Apakah Anda mengerjakannya dengan tertekan? Apakah Anda mendapat apresiasi dari hasil kerja Anda? Bila kebanyakan tidak, Anda sudah pasti mengalami bullying.
Untuk mengatasinya, coba untuk memaksimalkan job desk Anda. Tarik kembali perhatian rekan kerja dan atasan dengan pekerjaan Anda yang baik. Hindari stress dan perasaan tertekan, karena hal itu lah yang akan mempengaruhi Anda dalam bekerja.
Rekan kerjanya Dita kini sudah tidak mengolok-olok lagi setelah Dita gigih dan giat bekerja, membuktikan baiknya ia di pekerjaannya dengan beberapa kesuksesan deal terhadap klien.
“Sekarang malah saya jadi dipercaya sama beberapa klien. Saya kayak ngasih tamparan buat mereka.”