Islam dan Seruan Kedamaian
Bicara soal Islam yang damai, dan seterusnya. memang kita semua sama tahu kalau Islam itu berasal dari kata salam yang artinya damai. Dalam hadits sangat jelas dikatakan: ”Al-muslimu man salima muslimin min lisanihi wa yadihi”. Artinya, orang Islam adalah orang yang dapat menjaga mulut dan tangannya untuk rasa damai pihak lain. Kalau sampai orang lain terluka dengan mulut dan tangan kita, berarti kita bukanlah orang muslim seperti yang didefinisikan Rasulullah SAW. Jadi, perdefinisi Islam adalah anti kekerasan.
Akan tetapi, persepektif yang berkembang, adalah perspektif yang dikembangkan dengan hal-hal yang bersifat simbolik, tidak riil. Maka definisi Islam seringkali definisi yang merujuk kepada konsistensi ibadah mahdlohnya semata. Al-Islam syahadatu an la ilaha ilallah dan seterusnya memang shahih. Tetapi tidak akan lebih shahih juga dengan definisi Islam yang versinya lebih substantif. Suatu ketika Rasululloh ditanya,….Ayyul Islam khairun ya rasulallah? keberislaman yang macam manakah yang lebih baik? Rasulullah menjawab Itha’amu t’tha’am, wa isfasu salam ala man arafta wa man lam ta’rif. Keberislaman yang disebut khairun (paling baik) itu pertama adalah ith’amu tha’am (memberi makan) dalam arti mewujudkan kesejahteraan, terutama ekonomi, baru setelah itu kita bicara soal kedamaian. Yang kedua, ifsaus salam (memberi salam), dalam arti menebar kedamaian (salam) kepada orang yang anda kenal dan kepada orang tidak anda kenal. Kepada orang yang dikenal, karena mungkin satu organisasi, satu partai dan satu bangsa, tapi juga kepada wa man lam ta’rif, kepada orang yang tidak dikenal pun, harus merasa damai atas kehadiran kita, karena dia beda organisasi, beda partai, atau mungkin beda bangsa.
Jadi kalau ada orang yang membuat resah dan gelisah masyarakat, itu pertanda bahwa belum ada keislaman pada dirinya. Islam bukan agama yang menakutkan, dan semakin menakutkan, bukan berarti semakin Islam, sama sekali tidak begitu. Ada sebuah hadits yang berbunyi: ”Abghadul ‘ibad ilallah man kana tsaubuhu khoiron min amallih, tshaubuhu tsaubal anbiya wa’ amaluhu amalal jabbarin”. Artinya hamba yang paling dimurkai Allah adalah jika pakaiannya lebih baik dari amalnya, pakaiannya seperti pakaian Nabi tapi perilakunya seperti prilaku preman. Hamba yang demikian disebut abghadul ibad ilallah, hamba yang paling dimurkai Allah.
Untuk meciptakan perdemaian yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah upaya memenuhi kebutuhan, yang lebih urgen dari kedamaian. Ada kebutuhan material yang harus dijawab terlebih dahulu. Sekarang ini, banyak anak-anak remaja atau pemuda, yang gampang direkrut untuk gerakan ektrimis dan radikal, karena sekedar mencari penghasilan harian. Inilah yang sesungguhnya terjadi. Kalau saja mereka lebih sejahtera, apalagi terdidik, saya kira tidak akan gampang direkrut untuk tindakan yang bodoh. Inilah sesungguhnya pesan dari Rasulullah SAW. Kekuatan perdamaian, harus dibangun berdasarkan kesejahteraan. Asumsi seperti ini harus menjadi pemenang di republik ini. Republik ini tidak boleh dipegang dan didominasi oleh orang-orang yang cenderung mengaku benar sendiri.
Peradaban Islam yang Terpuruk
Sekarang ini, di tengah peradaban dunia, dunia Islam adalah yang paling terbelakang. Dalam posisi seperti ini, umat Islam adalah pihak yang paling banyak menerima limbah keadilam realsi global. Jadi kalau kita melihat berbagai kekerasan tingkat global, yang diderita oleh bangsa-bangsa muslim, mulai dari Palestina, Libanon, Irak, Afganistan, dan sebentar lagi kemungkinan besar Iran, itu 50% sebabnya atau mungkin malah lebih sebabnya adalah kelemahan yang ada pada umat Islam sendiri. Bukan semata-mata karena kerakusan dan keangkara murkaan dari pihak lain. Seangkaramurka serakusnya orang lain kalau kita kuat, tidak akan terjadi kedzaliman terhadap kita.
Pertahankan NKRI Demi Dunia Islam
Saat ini satu-satunya negara yang mampu menjadi superpower dunia Islam kiranya hanya Indonesia. Paling tidak karena beberapa keunggulannya. Pertama, wilayahnya paling luas diantara seluruh negara Islam, seluas Eropa, letaknya juga sangat srategis, 2/3 dari pelayaran kapal perang dan dagang lewat selat Malaka. Kedua, kekayaan alam Indonesia juga luar biasa. Di samping kita juga punya kekayaan hutan, minyak bumi, kita juga punya kekayaan laut yang luar biasa. Ketiga, Indonesia adalah negara yang penduduk muslimnya terbesar di seluruh dunia. Dan yang keempat, Indonesia dianggap negara yang paling siap untuk mengikuti tata peradaban modern, dengan sistem demokrasinya.
Bagi umat Islam, tentu saja ini merupakan tanggung jawab yang sangat besar. Karena Indonesia bukan hanya negara yang penduduknya Islam, karena sekali lagi negara lainpun memandang dan mendefinisikan Indonesia seperti itu. Islam yang berkembang di Indonesia adalah pada awalnya adalah yang Islam yang rendah hati, yang mampu melihat ada orang lain yang berbeda.
Orang yang paling kafir pun boleh hidup di bumi ini, barangkali karena kita sejak kecil diajari makna Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Itu ketika kita ngaji pada Kiai kita di kampung, memberi makna Ar-Rahmaan itukan yang Maha Welas Asih di dunia dan akhirat, kepada siapapun, orang kafir dan mukmin. Dalam hal ini, orang kafir berhak atas rahmat Allah, menghirup udara Allah, berhak menginjak bumi Allah, juga berhak meneguk airnya Allah SWT. Bahwa nanti karena keimanannya, kekafirannya, itu akan diperlakukan berbeda, itu urusan nanti di akhirat. Makna yang tidak kita sadari sejak kecil itu sesungguhhnya cukup dalam. Karena bermakna bahwa kita tidak boleh mendiskriminasikan orang lain hanya karena perbedaaan agama, apalagi hanya beda sub keyakinan agama.
*Tulisan ini adalah rekaman ceramah KH. Masdar F Mas’udi dalam acara Temu Alumni PMII Cirebon, 28 Juni 2008, yang diringkas oleh Abu Bakar
**KH. Masdar F. Mas’udi adalah ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan direktur P3M Jakarta