Bantuan permodalan yang digelontorkan pemerintah untuk Fatayat NU sebesar 200 juta rupiah misalnya, sedikit bisa meningkatkan kualitas pekerja. Tapi itu hanya sebatas stimulan. Tentunya, PP Fatayat harus berfikir untuk bisa mengembangkan lebih lanjut dengan jalan system bergulir agar bisa menyentuh seluruh Indonesia. “Tahap awal, akan kami alokasikan untuk kelompok home industri,” terang Maria Ulfa yang anggota FKB DPR RI itu.
Pemerintah, lanjut Maria, juga belum mampu memberi jaminan pekerjaan tetap kepada rakyatnya. Padahal, pemerintah punya tanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan apapun jenisnya. Sedangkan, bisnis riil di apangan juga tidak kondusif akibat pengaruh krisis multidimensi dan persaingan global. “Tidak keliru kalau kemudian banyak perempuan memilih sektor informal dengan bekerja di luar negeri,” ungkapnya.
Dengan masih derasnya pengiriman TKW yang dibarengi dengan masih maraknya penganiayaan, pelecehan seksual, penggajian yang tidak jelas, bahkan trafficking dan lain-lain pelanggaran terhadap para TKW, maka Fatayat bergerak dalam advokasi.
“Sebagai pahlawan devisa, seyogyanya mereka layak mendapat perlakuan khusus dari Pemerintah. Tapi, masih sebatas lipstik sehingga Fatayat juga perlu turun tangan,” gugatnya.
Lewat Program Legislatif Nasional dengan menggandeng berbagai unsur elemen masyarakat dan LSM, Fatayat bisa bargaining mengusulkan berbagai kebijakan yang bisa menyentuh sensitif gender. (was) sumber: fatayat NU