Penulis: Rafi Asamar Ahmad Editor: Zaenal Abidin
Dr. KH. Husein Muhammad merupakan pendiri Fahmina Institute beliau aktif dalam berbagai kegiatan diskusi, halaqah, dan seminar keislaman, khususnya terkait dengan isu-isu perempuan, demokrasi, dan pluralisme itu. Sedikit besar kiprahnya turut mempengaruhi pemikiran saya dalam melangkah di tengah masyarakat kita yakni Indonesia yang beragam.
Salah satu pemikiran beliau yang termuat dalam sebuah buku berjudul “Toleransi dalam Islam” yang saya dapatkan sewaktu mengikuti diskusi publik di Universitas Majalengka (UNMA). Dalam buku ini beliau menjabarkan tentang tenggang rasa antar sesama manusia, yang merujuk pada Al-Qur’an, sabda Nabi Muhammad SAW (Hadist), dan riwayat dari para sahabat Nabi.
Salah satu pernyataan menarik dari buku ini menjelaskan bahwa “Nabi Melarang Membunuh Mereka Yang Telah Syahadat Dan Shalat” sedangkan dalam penjelasannya KH. Husein Muhammad merujuk pada hadist itu sendiri mencoba untuk menekankan bahwa kata La Ilaha Illallah telah mengharamkan kita (umat islam) untuk membunuh orang yang mengucapkan kalimat La Ilaha Illallah tersebut, meskipun taruhlah kita yakin bahwa dia tengah berbohong.
Peristiwa tersebut begitu sangat relevan dengan kondisi saat ini, yang mana Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW telah terpecah kedalam berbagai golongan. Kesemuanya itu mengucapkan La Ilaha Illallah, itu artinya dari peristiwa tersebut menjelaskan bahwa hadis dari Nabi Muhammad SAW itu menitik beratkan kepada iman dan hati seseorang hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Sedangkan kita (manusia) hanya bisa menduga maka dugaan itu tidak bisa dijadikan dalil untuk membunuh sesama manusia walaupun ia orang itu mengatakan syahadat tidak dengan iman dan hati yang sungguh-sungguh.
Selain itu dalam sub judul lain yakni “Berdiri untuk Jenazah”di sini Kh. Husein Muhammad mencoba memperjelas kembali sabda dari Nabi Muhammad SAW akan pentingnya menghormati manusia walaupun ia, orang itu telah meninggal dunia dan berbeda pula keyakinannya dengan kita (Muslim).
Oleh karena itu KH. Husein Muhammad melalui lembaga yang didirikannya Fahmina Institute menitik beratkan arah dari pergerakannya kepada membangun kesadaran hidup rukun dalam suatu perbedaan. Yang tercermin dalam beberapa kegiatan yang pernah saya ikuti seperti kegiatan bertajuk “Indonesia Perlu Anak Muda” yang diselenggarakan di Hotel Bentani Cirebon beberapa bulan lalu. Yang mana dalam kegiatan tersebut turut mengundang ragam anak muda dari latar belakang organisasi keagamaan yang berbeda seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Ahmadiyah, dan Organisasi Non Muslim pun hadir. Sedangkan organisasi kemahasiswaan seperti GMNI, PMII, KAMMI, AMSA, dsb turut hadir mengikuti serangkaian kegiatan tersebut.
Sehingga selepas mengikuti kegiatan tersebut menciptakan sebuah kesan tersendiri terhadap diri saya. Apalagi sebelum kegiatan yang berlangsung di Cirebon itu. Fahmina Institute sebelumnya telah mengadakan kegiatan keliling ke tempat-tempat ibadah di Kab. Majalengka yang pesertanya anak muda dengan tujuan mengenal lebih dekat dengan saudara yang berbeda. Oleh karena itu, mulai dari pemikiran KH. Husein Muhammad yang teraplikasikan dalam sebuah gerakan nyata melalui Fahmina Institute ini, jelas memberikan berdampak cukup dahsyat terhadap diri saya.
Sehingga saya selaku pemuda Majalengka yang memegang erat motto “Love For All, Hatred For None” terdorong untuk bergerak membangun narasi-narasi pluralisme di tengah masyarakat Kab. Majalengka yang beragam. Mengingat kehadiran Fahmina Institute menjadi roda penggerak para pemuda Kab. Majalengka khususnya saya pribadi untuk terlibat aktif membangun keharmonisan, pembelaan, serta pembebasan atas saudara-saudara kita yang masih mengalami kesulitan dalam pembangunan rumah ibadah, yang mengalami diskriminasi, maupun persekusi. Dan gerakan nyata yang diperlihatkan Fahmina Institute sekaligus dirasakan oleh saya pribadi membangkitkan kesadaran untuk menciptakan keharmonisan dan pembelaan. []