فيا عباد الله أوصي نفسي و إياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون. قال الله تعالى في كتابه الكريم: قد أفلح من تزكى و ذكر اسم ربه فصلى. و قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: إذا كان يوم عيد الفطر وقفت الملائكة على أبواب الطريق فنادوا أغدوا يا معشر المسلمين إلى رب كريم يمن بالخير ثم يثيب عليه الجزيل لقد أمرتم بقيام الليل فقمتم و أمرتم بصيام النهار فصمتم وأطعتم ربكم فاقبضوا جوائزكم فإذا صلوا نادى مناد ألا إن ربكم قد غفر لكم فارجعوا راشدين غلى رحالكم فهو يوم الجائزة..
Allah Akbar x 3 wa Lillah al Hamd
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah yang maha besar. Dia yang telah mengantarkan kita sampai pada hari yang agung: hari kemenangan, hari kelulusan, hari penerimaan hadiah dan hari kita kembali berbuka setelah sebulan penuh kita berpuasa. Salawat dan Salam senantiasa kita haturkan ke nabi besar, Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga hari akhir.
Bulan ramadan yang mulia dan penuh rahmat itu kini telah berakhir. Gemuruh syiar agama sepanjang bulan, berangsur-angsur surut. Takbir, Tahmid dan Tasbih terus dikumandangkan menyambut datanganya Idul Fitri. Kinilah tiba saatnya kita masing-masing merenungi hari-hari yang pergi itu. Mari kita jawab dengan jujur ; Apakah kita sudah dapat mengambil pelajaran yang begitu banyak dari puasa itu?.
Bulan Ramadan sudah ditetapkan Allah sebagai waktu latihan sekaligus pendidikan jiwa dan raga kita agar mampu mengendalikan diri dari hal-hal yang negatif dan merugikan kehidupan kita pada satu sisi, dan agar mampu menjalani kehidupan pada hari-hari mendatang dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat pada sisi yang lain. Secara lebih ringkas puasa sebulan merupakan cara atau jalan kita untuk menjadi orang-orang yang bertaqwa dan berakhlaq mulia baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk-Nya. Hari-hari yang akan datang merupakan waktu bagi kita untuk membuktikan berhasil atau tidak. Dengan kata lain apakah sesudah puasa kita akan menjadi orang-orang yang bertakwa atau tidak.
Taqwa secara ringkas adalah semua hal yang mengandung kebaikan. Tetapi apakah wujud nyata dari ketaqwaan atau kebaikan itu. Sungguh sangatlah indah ketika Allah menjelaskan bagaimanakah bentuk yang lebih nyata dari ketaqwaan itu?. Allah mengatakan :
ليس البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من آمن بالله واليوم الاخر والملائكة والكتاب والنبيين . وآتى المال على حبه ذوى القربى واليتامى والمساكينَ وابن السبيل والسائلين وفى الرقاب . وأقام الصلاة وآتى الزكاة . والموفون بعهدهم إذا عاهدوا , والصابرين فى البأسآء والضرآء وحين البأس. أولئك الذين صدقوا وأولئك هم المتقون. البقرة, 177
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu sesuatu kebajikan. Kebajikan itu sesungguhnya ialah beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta, dan membebaskan budak (perdagangan manusia), mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang memenuhi janji apabila dia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesusahan dan penderitaannya dan dalam peperangan (perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan). Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa” (Q.S. al Baqarah [2]:177).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa taqwa dibagi tiga katagori. Pertama, katagori keimanan kepada Wujud yang ghaib. Wujud al Ghaibiyat ini bukanlah bagian dari wilayah akal maupun inderawi. Kalaupun akal mencoba memikirkannya, maka penemuannya adalah bersifat spekulatif. Kebenaran wujud al Ghaibiyyat hanya dapat diperoleh dari para Nabi dan utusan Tuhan. Seluruh agama dan sistem kepercayaan di dunia meyakini hal ini.
Kedua, pelaksanaan dari keyakinan atau keimanan tersebut dalam bentuknya yang lebih bersifat individual, perseorangan. Ia adalah shalat, puasa, haji dan sejenisnya. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai ini, seperti tatacara, waktu dan bilangannya, bukan juga merupakan wilayah yang bisa dibuat atau ditentukan oleh akal manusia. Tuhan dan Nabi-Nya saja yang menentukan dan mengaturkanya. Kepatuhan manusia untuk menjalankannya pasti akan membawa kebaikan-kebaikan bagi pribadi-pribadi manusia sepanjang ketentuan tersebut dilaksanakan melalui cara-cara yang benar. Ia akan menjadi efektif ketika peribadatan ini melahirkan kesadaran akan pengawasan Tuhan terhadap dirinya di mana saja dan kapan saja.
Ketiga, adalah pelaksanaan keimanan dalam bentuk hubungan antara manusia. Bagian ini berada dalam wilayah akal, perasaan dan usaha manusia. Ketaqwaan jenis ini meliputi keharusan atau kewajiban memperhatikan mereka yang sedang ditimpa kesusahan, kemiskinan, penderitaan, atau sedang dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini sesungguhnya hal yang menjadi concern utama para pembawa agama dan pemimpin agama dari semua agama. Mereka hadir di muka bumi dengan segala ajaran keimanan dan peribadatannya, justeru dalam kerangka ketaqwaan jenis ketiga ini. Dalam konteks modern, bagian ini sesungguhnya pertama-tama merupakan kewajiban negara (pemerintah), karena pemerintah telah diserahi amanah oleh rakyat untuk menyejahterakan rakyanya. Para ulama telah sepakat menyatakan : “Tasharruf al Imam ‘ala al Ra’iyyah Manuthun bi al Mashlahah” (Kewajiban permerintah terhadap rakyatnya adalah menciptakan kemaslahatan bagi mereka).
Atas dasar ini, maka pemerintah dan orang-orang yang diserahi tanggungjawab mengurus masyarakat, baik di pusat maupun di daerah, berkewajiban untuk membebaskan belenggu kemiskinan, ketertindasan, kebodohan dan kesengsaraan rakyatnya. Ini sesungguhnya merupakan ketaqwaan paling tinggi.
Sayang, sampai hari ini ketaqwaan jenis ketiga ini tampaknya masih belum dilaksanakan dengan baik. Dibandingkan dengan ketaqwaan jenis pertama dan kedua, ketaqwaan jenis ketiga ini masih sangat jauh dari yang diharapkan dan yang seharusnya. Jika hal ini tidak segera diusahakan dengan sungguh-sungguh, maka akan lahir kekafiran-kekafiran sosial yang semakin meluas dan ini hal ini akan berakibat lahirnya kekafiran-kekafiran jenis pertama dan kedua. Puasa sesungguhnya lebih diharapkan dapat melahirkan orang-orang yang bertaqwa jenis ini guna melenyapkan dan menghilangkan kekafiran-kekafiran sosial tersebut.
Pemerintah perlu kembali diingatkan akan tanggung jawab mereka terhadap rakyat agar benar-benar bekerja untuk mengatasi kesulitan rakyat sekaligus memberikan jalan keluarnya. Maka sesungguhnya berbagai upaya dan kinerja yang diperuntukkan hanya untuk kepentingan diri sendiri adalah sebuah kezaliman. Ulama besar dari Andalusia, Ibnu Rusyd pernah mengatakan : “Anna al Hakim al zhalil huwa al ladzi yahkumu al Sya’b min ajli Nafsihi la min Ajli al Sya’b” (Sesungguhnya penguasa yang zalim adalah mereka yang memerintah rakyat untuk kepantingan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan rakyat). Dan kepada kita semua, bangsa Indonesia, marilah kita doakan para pemimpin kita agar diberikan Allah petunjuk, bimbingan, kecerdasan, kekuatan dan keberanian dalam mengemban amanat di atas.
Momen Idul Fitri dapat dijadikan sebuah saat bagi kita untuk menuntaskan dan melengkapi amalan ramadan itu dengan melepaskan semua ego atau kesombongan kita terhadap orang lain dengan saling memberi maaf dan menyambung kembali persaudaraan yang pernah putus, dan yang terpenting tidak menghina atau merendahkan orang lain. Hal ini karena setiap orang dalam pandangan agama mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah. Kehebatan seseorang hanyalah karena ketaatannya kepada Allah. Renungkanlah petunjuk Rasulullah saw.
عن ابى هريرة رضى الله عنه :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تحاسدوا ولا تناجشوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يحقره ولا يخذله . التقوى ههنا.ويشير الى صدره ثلاث مرات. بحسب امرئ من الشر ان يحقر اخاه المسلم. كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه . رواه مسلم .
“Rasulullah Saw bersabda : janganlah kamu saling mendengki, saling membenci dan saling merugikan. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Dia tidak boleh menganiaya saudaranya, tidak boleh menghina saudaranya dan tidak boleh merendahkan saudaranya. Taqwa itu ada di dalam hati dan di dalam sikap. Cukuplah seseorang sudah bisa dikatakan atau dinilai berperilaku buruk jika dia menghina saudaranya. Setiap muslim diharamkan melukai, diharamkan mengambil harta orang lain secara tidak sah dan diharamkan merendahkan kehormatan saudaranya yang muslim”. .
Idul Fitri hadir ditengah-tengah kita sebagai hari yang paling baik bagi kita semua untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing baik yang disengaja maupun yang tidak dan menyambung kembali persaudaraan yang mungkin pernah retak atau putus. Saling memberi maaf adalah termasuk akhlak yang mulia.
عن عقبة بن عامر قال : لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما فبدرته ، فأخذت بيده ، أو بدأني فأخذ بيدي ، فقال : « يا عقبة ، ألا أخبرك بأفضل أخلاق أهل الدنيا وأهل الآخرة ؟ تصل من قطعك ، وتعطي من حرمك ، وتعفو عمن ظلمك »
“Dari Uqbah bin Amir : Suatu hari aku bertemu Rasulullah Saw. Aku segera menghampiri dan memegang tangannya dan beliau memegang tanganku. Beliau mengatakan “Uqbah, apakah kamu ingin aku beritahu akhlak yang lebih utama penghuni dunia dan penghuni akhirat?. Ia adalah menjalin kembali hubungan persaudaraan, menyantuni orang yang memutuskan hubungan denganmu dan memaafkan orang yang menganiayamu”.
Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “wahai Rasulullah sampaikan kepadaku amal yang dapat memasukkan akan ke surga”. Rasulullah menjawab:
تعبد الله ولاتشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤتى الزكاة وتصل الرحم
“Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi”. (HR. Bukhari)
Ibnu Abidin al-Hanafi mengatakan:
صلة الرحم واجبة ولو كانت بسلام و تحية و هدية و معاونة و مجالسة و مكالمة و تلطف و إحسان و إن كان غائبا يصلهم بالمكتوب إليهم فإن قدر على السير كان أفضل
“Menyambung silaturahmi wajib meskipun hanya dengan mengucapkan salam, memberi hadiah, memberi pertolongan, duduk bareng, ngobrol, bersikap ramah dan berbuat baik. Kalau seseorang yang hendak disilaturahmi berada di lain tempat cukup dengan berkirim surat, namun lebih afdol kalau ia bisa berkunjung ke tempat tinggalnya”.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
(Disampaikan pada Khutbah Idul Fitri 1428 H/2007 di Masjid Jami’ Fadhlullah Arjawinangun Cirebon)