Senin, 23 Desember 2024

Workshop Kerukunan Umat Beragama; Menebar Damai di Bumi Tuhan

Baca Juga

Fenomena merebaknya konflik-horizontal yang berujung Chaos-Kerusuhan massal, paska prosesi transisi politik-demokrasi tahun 1997, sempat menjadi kenyataan pahit bangsa ini. Tercatat serentetan pergolakan berbalut sentimen keagamaan muncul di beberapa wilayah seperti tragedi Ambon, Poso, dan Sampit. Belum lagi, kasus tragedi teror Bom yang disinyalir kuat sebagai aksi dari gerakan radikalisme agama, juga mencuat. Kasus Bom Bali, Bom Makassar, Bom Hotel Mariot sampai terakhir meledaknya Bom di Kedubes Australia, Kuningan, Jakarta telah mengusik racikan kebersamaan antar ummat beragama. 

Menyikapi realitas yang terjadi, Pondok Pesantren Al Mizan Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka, pada Jumat (10/09) lalu, menggelar Workshop Kerukunan Ummat Beragama. Workshop bertema Satu Bumi Satu Hati itu, menghadirkan Nara Sumber Pdt. Supriyatno dan Pdt. Sugeng Daryadi, keduanya dari Forum Sabtuan Cirebon dengan moderator Ali Makhrusy. Peserta Workshop adalah tokoh-tokoh agamawan baik Kristen maupun Islam, Tokoh masyarakat, Aktivis Organisasi Keagamaan, dan Kalangan Pesantren di wilayah Cirebon dan Majalengka. 

Dalam hantaran diskusi, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan, KH. Maman Immanul Haq Faqih, menegaskan bahwa pertemuan adalah refleksi atas tragedi ledakan Bom Kedubes Austalia, Kuningan, Jakarta pada Kamis, 09 September 2004. Bom kemarin, jelas Maman bisa menodai jalinan kebersamaan antar ummat beragama.

“Kehadiran tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama kali ini adalah untuk mengembalikan kebersamaan ummat beragama lewat proses dialog bersama”, tutur Maman. 

Di sisi lain, kemunculan VCD-VCD maupun buku-buku yang menyudutkan pihak agama tertentu belakangan ini, seperti pengakuan muallaf Irene Handono, dalam sebuah pengajian di bulan Ramadhan, November 2003 lalu, yang rekaman VCD-nya dijual bebas di pasaran berjudul Strategi Pemurtadan Umat, menurut Maman mengharuskan kebersamaan antar ummat beragama terus solid dibangun. “Saya berharap dari pertemuan sederhana ini mampu dipecahkan persoalan toleransi beragama yang kini masih melingkupi kita, serta ada stressing point pernyataan bersama mengutuk ledakan Bom Kuningan kemarin” tambahnya.

Manusia Sebagai Citra Tuhan
Pdt. Supriyatno dari Forum Sabtuan Cirebon, dalam paparannya terkait tema yang diusung Workshop, mencoba menginterpetasikan tema Satu Bumi Satu Hati; secara luas. Dijelaskan Pdt. Supriyatno, sebagai kristiani dirinya berpijak tidak terlepas dari konsep manusia sebagai “Citra Tuhan”. “Tidak mungkin jadi manusia seutuhnya tanpa hati, kita diciptakan dalam Citra Allah”, tuturnya. Prinsip teologi yang diangkat menurut Pdt . Supriyatno, adalah penciptaan manusia itu tidak lain untuk menata , menggalidan melestarikan bumi. Konsep teologi itu, jelasnya berangkat dari realitas bahwa Manusia itu bermartabat, dengan diberi hati nurani.

Dalam kehidupan kristen, manusia memiliki sesuatu yang dimiliki Tuhan, meskipun terdapat perbedaan tentunya. Karena itu, dengan konsep “Citra Tuhan”, kehidupan manusia harus dipertanggung jawabkan. Pada sisi lain, manusia tidak dibedakan karena agama, etnis, ataupun stratifikasi sosial.

Manusia memiliki derajat sama di depan hukum demikian juga dimata Tuhan. Ketika manusia dipanggil ketengah dunia, maka ke-berartian manusia dituntut diaktualisasikan dalam realitas kehidupan. “Kata bumi itu tidak direduksi hanya pada sekedar cari nafkah, melainkan dimaknai membangun bagi perkembangan manusialainnya kataa Supriyanto. Manusia dipanggil selain untuk mencipta dan melestarikan bumi, juga melindungi dan menjaga manusia lain. Manusia juga, harus membangun format yang ramah terhadap lingkungan. Ini yang disebut dengan etika dan moral jelas Supriyatno. Tanpa mendasarkan pada  itu , kehidupan manusia akan teralienasi dari Tuhannya.

Tindakan dan praktek perendahan terhadap sesama manusia, berarti melecehkan Penciptanya itu sendiri tandas Supriyanto. Sebaliknya, ketika memuliakan manusia berarti kita meninggikan Tuhan. Membangun bumi sebagai amanat Tuhan , berarti memproteksi atau memelihara. Dengan begitu, pemahaman atas makna bahwa bumi harus ditata menurut Supriyanto memiliki dimensi luas, mencakup pula membangun budaya, komunitas bahkan keagamaan yang mencirikan pro-kemanusiaan, tambahnya.

Kesimpulan dari pemahaman itu, bila mau membangun solidaritas, jelas Supriyanto, harus diciptakan “Manusia Mulia” terlebih dahulu. “Nafsu dan kebencian harus dieliminasi sebab kita hakikatnya setara”, kata Supriyanto. Pada konteks solidaritas antar ummat, perbedaan atau lawan adalah mereka yang menciptakan struktur atau pemahaman agama yang tidak mengapresiasi kemanusiaan tambahnya. 

Sementara itu, Pdt. Sugeng Daryadi menilai kemunculan VCD provokatif tidak terlepas dari konsep dakwah yang dimaknai sempit. Karenanya, harus ada interpretasi ulang terkait pemahaman tentang misi atau dakwah Kristiani. Konsep dakwah yang keliru itu, seperti dijelaskan Sugeng didasarkan pada Matius ayat 28 yang berbunyi “Pergilah, agar semua bangsa menjadi muridku”, yang difahami secara frontal, yakni manusia harus menjadi kristen sebagaimana dalam Kasus VCDnya Irene Handoyo. 

Anggapan bila ummat Kristiani tidak mampu mengaktualisasikan misi dakwah dalam kerangka sempit itu, maka dianggap berdosa, menurut Pdt. Sugeng Daryadi sepenuhnya tidaklah benar. Mengingat, hakikatnya dalam penilaian Sugeng siapapun telah menjadi umat Tuhan bila mampu menerapkan nilai-nilai universal kemanusiaan. “Penanaman dan aktualisasi dari nilai-nilai universal itu tidak harus secara formal lewat berganti baju agama”, tegas Sugeng. Sebab, justru sebaliknya dalam ajaran kristen dijelaskan bahwa bila orang kristen tidak menghasilkan buah (manfaat), maka dia celaka dan binasa. Dakwah Kristiani, bertolak dari pemahaman itu. Bagaimana berlomba-lomba untuk berbuat sesuatu yang mampu menghasilkan manfaat bagi kemanusiaan tuturnya.

Pernyataan Sikap Bersama
Selain melakukan diskusi dan dialog bersama, Workshop Kerukunan Antar Ummat Beragama kali ini juga berhasil merumuskan 6 (enam) poit penting pernyataan sikap bersama, yakni : 1.Semua agama menolak kekerasan, intimidasi dan tindakan-tindakan yang menodai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. 2.Semua agama mengajarkan kasih sayang, keadilan dan kesetaraan sesama ummat manusia. 

3.Mengutuk keras segala tindakan atas nama agama apapun yang telah menjadikan manusia kehilangan nyawa. 4.Kerukunan ummat beragama merasa terganggu dengan adanya sosialisasi-provokatif lewat VCD maupun buku-buku yang mendeskriditkan agamaagama tertentu.

5.Perilaku terorisme yang muncul dibelahan dunia, tidak dapat mewakili agama tertentu. 6.Turut berduka cita dan prihatin yang sedalam-dalamnya atas korban peristiwa Bom di Kedubes Australia, Kuningan, Jakarta. 

Pernyataan sikap itu, seperti ditegaskan KH. Maman Immanul Haq Faqieh merupakan wujud reaksi penolakan terhadap segala bentuk tindakan mengatasnamakan kebenaran agama apapun yang menafikan nilai- nilai universal kemanusiaan, kesetaran dan keadilan. ** 

  Sumber: Blakasuta Ed. 8 (2004)  

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya