Sejumlah kajian dan penelitian menjelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengandung dalam dirinya berbagai potensi kritik. Kritik umumnya diarahkan selain pada eksistensi KHI juga pada substansi hukumnya yang dipandang tidak lagi memadai dalam menyelesaikan pelbagai problem keumatan yang cukup kompleks. Ini karena konstruksi KHI sejak awal kelahirannya telah membawa pelbagai kelemahan.
Hasil-hasil penelitian baik berupa tesis maupun disertasi menyatakan bahwa KHI memiliki kelemahan pokok justru pada rumusan visi dan misinya. Terang benderang, beberapa pasal di dalam KHI secara prinsipil berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam yang universal, seperti prinsip persamaan (al-musâwah), persaudaraan (al-ikhâ`), dan keadilan (al-`adl), serta gagasan dasar bagi pembentukan masyarakat madani, seperti pluralisme, kesetaraan gender, HAM, demokrasi, dan egalitarianisme.
Di samping itu juga disinyalir oleh para pakar hukum, di dalam KHI terdapat sejumlah ketentuan yang tidak lagi sesuai dengan hukum-hukum nasional dan konvensi internasional yang telah disepakati bersama. Belum lagi kalau ditelaah dari sudut metodologi, corak hukum KHI masih mengesankan replika hukum dari produk fikih jerih payah ulama zaman lampau di seberang sana. Konstruksi hukum KHI belum dikerangkakan sepenuhnya dalam sudut pandang masyarakat Islam Indonesia, melainkan lebih mencerminkan penyesuaian-penyesuaian dari fikih Timur Tengah dan dunia Arab lainnya.
Program ini hadir untuk membaca ulang KHI setelah 12 tahun berlalu dan menyusunnya kembali dalam perspektif baru (meliputi visi dan misi) yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. KHI yang diharapkan adalah seperangkat ketentuan hukum Islam yang senantiasa menjadi rujukan dasar bagi terciptanya masyarakat berkeadilan, yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, menghargai hak-hak kaum perempuan, meratanya nuansa kerahmatan dan kebijaksanaan, serta terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Semua ketentuan tersebut hendak digali dan dirumuskan dari sumber-sumber Islam yang otoritatif, al-Qur’ân dan al-Sunnah, melalui pengkajian terhadap kebutuhan, pengalaman, dan ketentuan-ketentuan yang hidup dalam masyarakat Indonesia, khazanah intelektual klasik Islam, dan pengalaman peradaban masyarakat Muslim dan Barat di belahan dunia yang lain.
Sumber: Pokja Pengarusutamaan Gender, Departemen Agama RI 2007 “Menuju Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia yang Adil Gender”, di KH. Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, Lies Marcoes Natsir dan Marzuki Wahid, Dawrah Fiqh Concerning Women – Modul Kursus Islam dan Gender, Fahmina Institute, Cirebon, 2007.