Oleh: KH Husein Muhammad
Asma Murabit, perempuan kelahiran Rabat, Maroko, 1959 M. Ia satu dari sekian puluh aktifis dan intelektual perempuan terkemuka dunia saat ini. Meskipun ia seorang dokter, sekaligus Doktor, tetapi penguasaannya atas teks-teks keagamaan cukup baik. Ia telah menulis sejumlah buku tentang Islam dan Perempuan. Beberapa di antaranya adalah : “Al-Qur’an wa Al-Nisa, Qiraah Li al-Taharrur” dan “Al-Nisa wa Al-Rijal fi al-Qur’an : “Ayat Musawah” dan “Al-Thariq al-Tsalits”. Ia juga menjadi direktur Pusat Kajian Islam dan Perempuan”, untuk waktu yang panjang dan sejumlah jabatan prestisius lainnya.
Asma Murabith melihat dengan mata kepalanya tentang realitas sosial yang diskriminatif terhadap hak-hak perempuan di dunia, terutama di dunia muslim sampai hari ini. Ia amat gelisah atas kenyataan ini. Kata-katanya yang menarik :
إن وضع المرأة في كل البلدان العربية والإسلامية مأساوي ومحزن”.
“Keadaan perempuan di semua dunia Arab dan Islam sungguh menyedihkan dan sangat memprihatinkan”.
Lalu ia mengatakan :
“نحن نحتاج إلى المزيد من احترام المرأة في الإسلام وتقديرها. فهذا يعني أنَّه لا بد من إعادة قراءة النصوص من جديد”، ووصفت التفسيرات السائدة حتى الآن بصفتها ذكورية وأبوية.
“Kita dituntut untuk semakin memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi terhadap kaum perempuan. Hal ini berarti bahwa kita dituntut untuk melakukan reinterpretasi atas teks-teks Agama. Produk-produk intelektual (tafsir) yang berkembang selama ini merupakan tafsir yang dipengaruhi oleh ideologi patriarkisme”. Sebuah tafsir menurut perspektif dan untuk kepentingan laki-laki”.
Dalam pandangan Asma, mereka masih kokoh menjustifikasi superioritas laki-laki dan subordinasi dan inferioritas perempuan dan yang dianggapnya sebagai keputusan Tuhan.
Seperti aktifis pendahulunya, antara lain Nabawiyah Musa (Mesir), Nazhirah Zainuddin (Aleppo, Irak), Fatimah Mernisi (Maroko), Laela Ahmad (Kairo), Aminah Wadud Muhsin (Amerika), Asma Barlas (Pakistan), Taher Haddad (Tunisia) dan lain-lain, Asma Murabit, menggugat dan melancarkan kritik tajam dan hampir menyeluruh pandangan-pandangan keagamaan tradisional atau konservatif yang mendiskriminasi perempuan, sebagaimana yang ditulis dalam kitab-kitab mereka, baik Tafsir maupun Fiqh. Ia menuntut pembebasan kaum perempuan dari belenggu tafsir para ahli fiqh yang merendahkan kaum perempuan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan visi Islam. Kitab suci Al-Qur’an tidak pernah mensubordinasi manusia atas dasar jenis kelamin, dan atas dasar identitas primordial apapun.
Adalah menarik saat Asma mendiskusikan cukup panjang lebar dua terma krusial sekaligus kata kunci yang menjadi pangkal dari problem ketimpangan relasi laki-laki dan perempuan tersebut. Yaitu “Qiwamah” dan “Wilayah”. Ia mengkritisi secara tajam pandangan-pandangan para penafsir klasik dan modern atas dua terma tersebut. Para penafsir itu menurutnya masih terus mempertahankan pendapatnya bahwa laki-laki harus menjadi kepala keluarga, sebagaiman secara eksplisit disebutkan Al-Qur’an, surah Al-Nisa, 34. Baginya pandangan ini bertentangan dengan teks-teks al-Qur’an yang lain tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagaimana antara lain dalam Q.S. Al-Hujurat, 13, Q.S. Al-Nisa, 1, Q.S. Al-A’raf, 189, dan masih banyak lagi. Lebih jauh dari itu adalah bertentangan dengan prinsip Tauhid dan Keadilan.
Pandangan-pandangan Asma yang kritikal, progresif dan transformatif, sebagaimana diungkap dalam buku ini dan buku-bukunya yang lain telah memunculkan kontroversi di kalangan sejumlah ahli agama di negaranya. Banyak pihak yang menentang pendapat-pendapat nya yang distigma sebagai “liberal”. Ia banyak mendapat stigma pejoratif dan tekanan-tekanan psikologis. Tetapi dalam waktu yang sama juga pujian dari sebagian orang. tetapi juga penghargaan sebagai perempuan Aktifis Sosial Arab tahun 2013.