Selasa, 24 Desember 2024

Cap GO Meh di Cirebon Milik Bersama

Baca Juga

Cap GO Meh di Cirebon Milik BersamaCirebon, Kompas – Perayaan Cap Go Meh atau hari terakhir Imlek di Kota Cirebon berlangsung meriah. Pesta rakyat itu tidak hanya menjadi milik warga etnis Tionghoa, tetapi dirayakan pula oleh semua masyarakat Cirebon.

Perayaan Cap Go Meh dilakukan dengan mengarak enam patung dewa- dewi (toa pek kong) keliling kota mulai Minggu (28/2) siang hingga sore. Turut serta dalam kemeriahan itu warga Cirebon etnis non Tionghoa, yang mengambil peran sebagai pemain barongsai, liong, penabuh genderang, dan penari-penari tradisional Cirebon.

Tidak ada pembatas antarwarga etnis Tionghoa ataupun non- Tionghoa sebab mereka melebur sebagai kesatuan masyarakat yang saling membutuhkan. Pengurus Kelenteng Tiao Kak Sie (Dewi Welas Asih) Yan Siskarteja mengakui, hal inilah yang membedakan tradisi Cap Go Meh di Cirebon dengan di daerah lain.

“Anak buah saya, pemain barongsai, semuanya Muslim. Ini adalah bentuk kebersamaan dan persatuan yang coba kami tunjukkan,” ujar Yan.

Setiap tahun Kelenteng Tiao Kak Sie selalu mengajak Sanggar Seni Sekar Pandan dari Keraton Kacirebonan ikut mengisi arakarakan Cap Go Meh. Bentuknya, penampilan tarian telik sandi dan jejangkongan, yang mengawali perjalanan arak-arakan tandu pengangkut toa pek kong.

Tidak hanya itu, warga berantusias menonton dan mengikuti perjalanan pawai hingga selesai. Bahkan, mereka ikut berebut mendapatkan bunga melati, kertas doa, dan pernak-pernik yang menempel di tandu toa pek kong, saat patung dewa kembali ke Kelenteng Tiao Kak Sie. Mereka meyakini, barang-barang itu memiliki berkah.

Siu Shia (60) dan A Sien (49), warga Cirebon, mengatakan akan menyimpan kertas doa dan kain yang menempel di tandu toa pek kong, yang dia dapatkan. “Seperti pada ritual panjang jimat mauludan, berebut mendapatkan kain dan kertas ini adalah berharap memperoleh keselamatan, rezeki, dan kesehatan,” ujar A Sien.

Enam dewa

Dari enam patung dewa yang diarak itu, lima patung di antaranya dari Kelenteng Tiao Kak Sie dan satu patung dari Kelenteng Bun San Tong (Pemancar Keselamatan). Lima patung itu adalah Ma Kwan Im Pho Sat (dewi kasih sayang), Thian Siang Seng Bo (dewa laut), Hok Tek Ceng Sin (dewa rezeki), Kwan Tee Kun (panglima perang), dan Hian Thian Siang Tee (panglima perang).

Patung dewa dari Kelenteng Bun San Tong adalah Cay Sen Yee (dewa harta). Menurut Ketua Pengurus Kelenteng Bun San Tong, Lioe Fun Lin, dewa harta sengaja dipilih dengan maksud semua masyarakat Cirebon, tanpa terkecuali, etnis Tionghoa atau bukan, diberi kecukupan harta selama setahun ini. Tujuan lain arak-arakan ialah agar masyarakat mendapatkan berkah dari kunjungan dewa-dewi mereka. (THT/Kompas.com) 


Sumber: www.kompas.com

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya