Kamis, 12 Desember 2024

Melawan Lupa, Tuntut Kasus Pelanggaran HAM di Ciayumajakuning

Baca Juga

Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;

2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;

3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;

4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;

5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpuf

Perjuangan, Cirebon Post
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

  1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;
  2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;
  3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;
  4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;
  5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpuf

Perjuangan, Cirebon Post
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

  1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;
  2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;
  3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;
  4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;
  5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpufs

Perjuangan, Cirebon Post
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

  1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;
  2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;
  3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;
  4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;
  5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpuf

Perjuangan, Cirebon Post
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

  1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;
  2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;
  3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;
  4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;
  5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpuf

Perjuangan, Cirebon Post
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), apapun bentuknya adalah sebuah cacat akan rasa dalam ingatan sejarah manusia. Dan luka karenanya,  menjadi ringkasan peristiwa yang perlu dibagi agar bisa diciptakan solusinya.

Demikian diungkapkan Royyan, salah satu aktifis Sofi Institute pada acara diskusi dengan tema Orasi Luka; Menguak Zona Merah Ham di Ciaymajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang digelar dalam rangka Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman parkir kampus IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Selasa (10/12).

“Dengan Orasi Luka, kami berharap ini akan menjadi ruang bagi kita untuk dapat saling berbagi pengalaman atas berbagai tindakan diskriminatif yang mereka lihat dan alami. Yang kemudian kita bisa mengambil tindakan atas hal tersebut,” tegas Royyan.

Penegakkan HAM yang netral pun sangat diharapkan oleh Pinkan (32), anggota Ikatan Waria Cirebon yang mengalami diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat, mengingat orientasi seksualnya yang berbeda.

“Tegaknya HAM adalah satu-satunya cara agar kami bisa diterima dan tidak dianggap sebelah mata”, ratap Pingkan.  

Dalam acara yang digelar oleh Social Movement for Indonesia (Sofi) Institute ini telah disepakati sebuah pernyataan sikap sebagai berikut:

Pernyataan Sikap Peringatan hari HAM, 10 Desember 2013

Berlandaskan konvensi HAM Internasional, ratifikasi Undang-Undang di Indonesia dan atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hokum kodrat yang bersifat asasi, kokoh, independen, dan universal, kami menyatakan bahwa:

  1. Menolak secara tegas semua perilaku, aturan, atau upaya untuk mengintervensi kebebasan berpendapat, beragama, berserikat dan segala pengekangan yang telah ditentukan dalam hak-hak individual berdasarkan konvensi HAM;
  2. Menuntut secara tegas hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan hak kesejahteraan yang sudah diatur dalam hak-hak ekonomi, social dan budaya berdasarkan konvensi HAM;
  3. Menuntut secara tegas hak untuk memperoleh perdamaian, keamanan, lingkungan yang sehat, pembangunan yang layak dan segala hak untuk yang sudah diatur dalam hak-hak solidaritas berdasarkan konvensi HAM;
  4. Negara bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak-hak tersebut;
  5. Luka sejarah akibat pelanggaran HAM yang sudah dan sedang terjadi di CIAYUMAJAKUNING menjadi ingatan kita bersama: Orasi Luka merupakan satu tuntutan dan harapan tegaknya keadilan. [CP-11]

– See more at: http://cirebonpost.com/index.php/sosial-budaya/item/594-melawan-lupa-tuntut-kasus-pelanggaran-ham-di-ciayumajakuning#sthash.2cWQeMNQ.dpuf

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Refleksi Gerakan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Cirebon: Menjaga Keberagaman dan Mencegah Kekerasan Berbasis Agama

Oleh: Zaenal Abidin Gedung Negara Cirebon menjadi saksi momen bersejarah pada Rabu, 11 Desember 2024, saat Panggung Kolaborasi puncak peringatan...

Populer

Artikel Lainnya