Minggu, 22 Desember 2024

Nasi Lengko, Pecel ala Cirebon

Baca Juga

Nasi LengkoKOMPAS.com — Cirebon tidak hanya punya hidangan khas nasi jamblang. Saat berkunjung atau sekadar melintas kota di pesisir utara Jawa itu, cicipilah nasi lengko. Meski sama-sama berbahan dasar nasi, penyajian dan lauk lengko berbeda dengan jamblang.

Memang agak sulit menemukan penjual nasi lengko. Salah satunya di Jalan Pagongan, Cirebon. Warung milik H Barno itu sudah 13 tahun berdiri. Meski hanya warung, daya tampungnya mencapai 100 pengunjung.

Nasi lengko sebenarnya mirip dengan nasi pecel. Isinya berupa nasi yang di atasnya diberi irisan kecil timun, taoge, daun bawang, irisan tempe, dan tahu. Kemudian disiram dengan bumbu kacang yang lumayan pedas beserta taburan bawang goreng dan irisan daun kucai.

Rasanya kurang lengkap bila menikmati nasi lengko ini tanpa sate kambing. Untuk itulah di warung ini pun menyediakan sate kambing yang begitu empuk dan tanpa bau prengus kambing. Rahasia daging yang begitu empuk tersebut adalah karena yang dipilih adalah kambing muda berusia satu tahun. Dalam sehari warung ini membutuhkan sekitar 30-40 kg daging kambing.

Kelezatan nasi lengko sebenarnya ditentukan oleh rasa pedas sambalnya. Namun bagi yang tidak suka pedas, jangan khawatir. Tuang kecap di atas sambal sesuai selera. Rasa kecap manis bercampur sambal dijamin lezat di lidah. Lebih afdol lagi bila disantap bersama kerupuk.

Barno menuturkan, sewaktu kakak iparnya berjualan dulu, malah sempat nasi lengko ini dilengkapi juga dengan cabai bubuk dan nasinya juga dibungkus dengan daun jati. Namun ternyata untuk saat ini konsumen kurang menyukai rasa dari cabai bubuk tersebut.

Lantas apa sebenarnya rahasia nasi lengko. “Semuanya dikerjakan secara tradisional,” jelas Barno. Untuk menanak nasi, ia menggunakan kayu bakar. Untuk menggoreng tahu atau tempe digunakan anglo (kompor tradisional) yang menggunakan arang.

Sistem memasak secara tradisional ini, diakui Barno, cukup merepotkan tapi hal itu dilakukan demi mempertahankan rasa. Selain itu, tempenya didatangkan dari Wanasaba, Kabupaten Cirebon, yang khusus membuat tempe untuk nasi lengko yang berbentuk kotak-kotak kubus kecil sepanjang 4 cm.

Satu porsi nasi lengko harganya Rp 7.000, sedangkan sate kambing muda Rp 20.000 per sepuluh tusuk. Uniknya lagi, warug nasi ini juga menyediakan es duren, mirip dengan es puter, rasanya lembut ditambah lagi dengan buah durennya yang masih utuh.

Warisan orangtua

Dalam menjalankan usaha, Barno (55), dibantu istrinya Hj Yayah Rukiyah (52). Layaknya usaha profesional, mereka tinggal mengendalikan manajemen. Sang pemilik warung ini lebih suka bekerja di belakang layar. “Sudah ada pegawai yang ngurusi. Kami lebih suka memotong daging begini saja,” tutur Barno saat menunggui istrinya memotong-motong daging kambing.

Yayah mengisahkan, usaha nasi lengko itu diwarisi dari ayah mertuanya, H Sardi. Sejak tahun 1968, Sardi sudah jualan nasi lengko. Dulu, ia berjualan keliling di kawasan Pagongan. “Setelah beliau sudah tua dan tak kuat berkeliling lagi, kami meneruskan usaha ini,” tutur ibu lima anak ini.

Awalnya memang hanya ikut-ikutan membantu kakak iparnya yang menjual nasi lengko. Setelah memiliki modal, Barno mendirikan warung nasi lengko sendiri. Kini sehari ia harus menyediakan 40 kg beras untuk melayani para pelanggannya atau sekitar 400 porsi.

Bedanya, Barno tidak keliling memikul dagangan. Ia memilih menggelar dagangannya di emperan toko di Pagongan. Ternyata, berjualan secara menetap banyak untungnya. Pelanggannya tak susah mencari. Peminat pun semakin banyak. “Apalagi, saat itu belum ada orang yang jual nasi lengko di sini,” jelas Yayah.

Oleh karena pembelinya semakin banyak, Yayah dan Barno tergerak ingin memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumennya. Tahun 1987, mereka menyewa kios yang ditempati sampai sekarang. “Agar orang mudah mencari, sengaja kios dicat dengan warna kuning menyala. Tapi kami tetap mempertahankan gerobak sebagai wadah dagangan,” ujar Yayah.

Dikatakan Yayah, kini ayah mertuanya sudah tiada. Terkadang, ibu mertuanya yang tinggal di Desa Megu, Plered, ikut membantu. “Bila mendapat pesanan orang yang punya hajat pesta, ibu mertua ikut menyiapkan dagangan,” ucapnya.

Dengan membuka warung khusus nasi lengko, Yayah dan Barno sudah ikut memasyarakatkan hidangan khas Kota Udang itu. Mereka pun berharap nasi lengko semakin dikenal masyarakat luas. Itu sebabnya, mereka tak keberatan bila karyawannya menyatakan ingin keluar dan membuka usaha yang sama. “Enggak apa-apa. Rezeki orang berbeda-beda,” komentar Yayah.

Warung nasi lengko Pak Barno buka sejak pukul 06.00 hingga pukul 20.00. Sehari-hari pembelinya tak pernah berhenti. “Paling ramai Minggu pagi. Biasanya orang habis olahraga lalu mencari sarapan ke mari,” katanya.

Nasi Lengko H Barno

Jalan Pagongan No. 15 B Cirebon
Telepon (0231) 210064
Buka: 06.00-20.00

 

Warta Kota Dian Anditya M


Sumber: Kompas.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Majjhima Patipada: Moderasi Beragama dalam Ajaran Budha

Oleh: Winarno  Indonesia merupakan Negara dengan berlatar suku, budaya, agama dan keyakinan yang beragam. Perbedaan tak bisa dielakan oleh kita,...

Populer

Artikel Lainnya