Sabtu, 27 Juli 2024

Santri Tetap Tolak Tol

Baca Juga

CIREBON – Sedikitnya 8.000 alumni, santri, ulama Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, warga, dan sejumlah ormas Islam, berunjuk rasa memblokir jalur pantura Cirebon-Bandung, Jumat (30/11). Dalam aksinya, mereka menolak penggusuran lingkungan kompleks Pontren Babakan Ciwaringin untuk proyek pembangunan jalan tol Cikampek-Palimanan (Cikapa).

Aksi dimulai dari Pontren Babakan Ciwaringin sekitar pukul 14.30. Massa yang datang dari berbagai daerah tersebut kemudian berbaur bersama melakukan long march ke jalur tengah pantura Cirebon-Bandung. Selain itu, massa yang membawa berbagai poster berisi penolakan penggusuran pontren itu sebagian ada pula yang mengendarai ratusan unit sepeda motor serta sejumlah mobil truk dan mobil bak terbuka lainnya.

Akibat aksi tersebut, ratusan kendaraan dari arah Bandung menuju Cirebon terjebak macet sepanjang lebih dari 3 km. Sedangkan kendaraan dari arah Cirebon menuju Bandung mengalami macet total sepanjang kurang lebih 1 km.

Dalam orasinya, korlap yang juga salah seorang pengasuh Pontren Babakan Ciwaringin, KH Marzuki Ahal menegaskan, pihaknya menolak dengan tegas penggusuran lingkungan kompleks Pontren Babakan Ciwaringin untuk pembangunan jalan tol Cikapa. Pasalnya, rencana tersebut akan mengganggu kehidupan di lingkungan pontren.

“Kami sama sekali tidak menolak pembangunan jalan tol. Kami hanya menolak penggusuran lingkungan pontren untuk pembangunan jalan tol dan kami berharap agar jalur tol bisa ke sebelah utara,” katanya kepada sejumlah wartawan, kemarin (30/11).

Dalam kesempatan itu, KH Marzuki mengatakan, dalam aksinya kali ini para santri juga menyatakan sikap bahwa kedatangan Menteri PU Djoko Kirmanto ke Pontren Babakan tidak menyelesaikan masalah, karena dipenuhi rekayasa. Selain itu, para pengasuh pontren juga menuntut agar jalur tol menggunakan trase 2006 bukan trase tahun 1996. “Bila tol tetap melintasi wilayah pesantren maka akan memberangus keberlangsungan pendidikan rakyat kecil,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan penanggung jawab aksi unjuk rasa, KH Zamzami Amin. Dia menyatakan, penolakan penggusuran pontren untuk jalan tol tersebut merupakan harga mati. “Jika penggusuran pontren itu tetap dilakukan, maka akan ada perlawanan fisik yang menyebabkan darah mengalir. Hal itu seperti yang pernah terjadi pada masa penjajahan Belanda,” tandasnya.

Di tempat yang sama, KH Maman Imanul Haq saat ditemui menjelaskan, dirinya meminta kepada menteri PU Djoko Kirmanto, agar dapat kembali ke Cirebon dan melakukan dialog dengan semua pemilik tanah yang akan dilalui jalan tol baik yang setuju maupun tidak.

“Masalah ini harus disikapi secara bijak. Karenanya saya meminta kepada menteri PU agar kembali melakukan dialog dengan para pemilik tanah yang informasinya ada yang menolak dan ada pula yang tidak. Hingga masalah ini bisa menjadi clear sesuai keinginan bersama,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Tim Pembebasan Tanah (TPT) Provinsi Jawa Barat, Eten Roseli saat dihubungi melalui pesawat selulernya menuturkan, pada prinsipnya rencana pembangunan jalan tol ini trasenya sudah ada sejak 1996 dengan panjang keseluruhan 116 km.

“Khusus untuk daerah Pontren Babakan Ciwaringin, trasenya sudah ditunjuk pengasuh pesantren dan sudah disetujui. Sehingga, sejak awal rencana pembangunan tidak bermaksud membelah pesantren menjadi dua bagian,” terangnya.

Dijelaskan Eten, panjang tanah yang melalui pesantren sekitar 400 meter dengan lebar rata-rata seluas 60 meter, atau dengan perkiraan luas tanah sekitar 24 ribu m2 yang seluruhnya merupakan tanah kosong dan bukan melintas di area bangunan pesantren.

“Bila trasenya dipindah ke utara maka akan mengenai Sungai Ciwarigin yang berkelok-kelok, sehingga diperlukan lagi uji kelayakan yang memerlukan waktu dan kajian yang lama dan biaya besar. Selain itu, jika dipindah maka tidak akan nyambung dengan pintu tol Tegal Karang,” ujarnya.

Lebih lanjut Eten menjelaskan, bangunan yang terdekat dengan proyek tersebut adalah pada sebelah selatan yakni Pondok Jambu, dengan jarak pagar belakang terdekat 45 meter dari as jalan, sehingga ada jarak sekitar 15 meter dari batas luar jalan. Pada kompleks makam pesantren jarak terdekat adalah 24 meter dari as rencana jembatan, sedangkan lebar jembatan 33 meter. “Begitu pun dengan sebelah utara jarak terdekat pondok pesantren adalah 54 meter dari as jembatan sehingga mempunyai jarak sekitar 37.5 meter dari tepi jembatan,” tukasnya. (mam)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Atas Kejahatan Kemanusiaan Israel di Palestina

Bismillahirrahmaanirrahiim Menyikapi tindakan-tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Isreal terhadap warga Palestina, yang terus bertubi-tubi dan tiada henti,...

Populer

Artikel Lainnya