Sabtu, 27 Juli 2024

TANGANI TRAFIKING, Butuh Kebersamaan Multi Pihak

Baca Juga

Pertemuan Jaringan Anti Trafiking CirebonBelakangan ini, isu trafiking sudah menjadi isu bersama baik pemerintah, LSM, ormas dan sebagainya. Dengan kemampuan yang dimilikinya, selama ini masing-masing lembaga melakukan kerja-kerja seperti pencegahan, penanganan kasus maupun medorong munculnya kebijakan-kebijakan ditingkat pemerintah. 

 

Namun demikian, dari kerja-kerja yang dilakukan terkadang antara satu lembaga dengan lainnya berjalan sendiri-sendiri. Sehingga saling tumpang-tindih antara satu dengan  lainnya. Di sisi lain, persoalan yang seharusnya ditangani terkadang terabaikan, karena kesibukan masing-masing lembaga. Dalam hal ini, kiranya perlu ada mekanisme kerja jaringan serta sistem rujukan data dan kasus penanganan secara terpadu. Karena kejahatan trafiking merupakan kejahatan kemanusiaan yang membutuhkan penanganan bersama dan kerjasama antar multi stakeholder.

Demikian beberapa persoalan yang mengemuka di “Pertemuan Jaringan Anti Trafiking”  bertempat di Fahmina Training Centre Jalan Suratno No. 32 Kota Cirebon. Kegiatan yang dilaksanakan pada Selasa, 22 April 2008 ini, diikuti oleh 30 aktifis  dari berbagai lembaga yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Anti Trafiking (JIMAT) Cirebon dan Satuan Gugus Tugas Anti Trafiking (SANTRI)  Indramayu dan sejumlah perwakilan instansi pemerintah daerah terkait.

 

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah aktifis menyoroti lambannya penanganan kasus trafiking yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum di Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Seperti yang diungkapkan oleh Masripah, dari FWBMI Indramayu, “meskipun Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Trafiking sudah ada di Indramayu, namun prakteknya aturan tinggal aturan, tapi aparatnya lempar tanggung jawab jika diminta bantuan menangani berbagai kasus trafiking atau buruh migran yang muncul di daerah tersebut”. Lebih lanjut Masripah menjelaskan bahwa aparat berwenang seringkali mengemukakan alasan klasik yaitu karena tidak adanya anggaran.

 

Sri, dari WCC Balqis Arjawinangun, juga mengeluhkan soal komunikasi sesama anggota jaringan yang kadang saling lempar kasus, padahal korban butuh penanganan segera. Sri berharap melalui pertemuan jaringan seperti ini soal pembagian kerja bisa diagendakan, agar lebih banyak lagi kasus trafiking yang bisa ditangani.

Castra, dari FWBMI (Forum Warga Buruh Migran Indoensia) Cirebon memandang perlunya penguatan kapasitas terhadap para aktifis dan petugas pendamping anti trafiking, dalam hal kemampuan paralegal, fundrising dan strategi sosialisasi.

Di akhir pertemuan, untuk memperkuat sistem, efesiensi dan mekanisme kerja jaringan anti trafiking di Indramayu dan Kabupaten Cirebon, para peserta menyepakati perlu ada pertemuan jaringan lanjutan, untuk membahas soal kode etik jaringan.[er]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Atas Kejahatan Kemanusiaan Israel di Palestina

Bismillahirrahmaanirrahiim Menyikapi tindakan-tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Isreal terhadap warga Palestina, yang terus bertubi-tubi dan tiada henti,...

Populer

Artikel Lainnya