Jumat, 13 Desember 2024

Wadah Kreatif Anak Muda Penebar Perdamaian

Oleh: Ikfal Al Fazri

Baca Juga

Manusia sebagai insan berakal memiliki beberapa fase proses kehidupan, yakni lahir, menjalani kehidupan, lalu mati. (Gesta Bayuadhy, 2015). Pada fase menjalani kehidupan ini, manusia mengalami satu fase yang akan menentukan arah hidup manusia tersebut yaitu fase remaja atau anak muda.

Pada fase anak muda, ia dikenalkan dengan berbagai hal-hal baru bukan hanya dari keluarga, namun dari lingkungan sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan lainnya. Sehingga apa yang ia diserap, apa yang ia ditangkap tentu itulah yang akan ia bawa dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk mengurai permasalahan yang terjadi pada anak muda, dan berusaha sedikit untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh anak muda tersebut. Yang utama adalah pengaruh globalisasi, yang mempengaruhi tumbuh kembang anak muda, melalui budaya luar. Budaya masuk dengan jalan teknologi yang canggih seperti smartphone, laptop, televisi, dan lainnya. Tentu jika anak muda tidak dapat memaksimalkan kecanggihan teknologi secara positif, tentu akan berdampak negatif bagi anak muda. Sehingga budaya luar mudah masuk dan mudah diserap oleh anak muda, tanpa memfilter budaya-budaya tersebut. Hal ini juga dipengaruhi oleh tidak adanya wadah untuk merefleksikan kekreatifan anak muda yang sangat tinggi sehingga menunjang anak muda berontak dan melakukan hal-hal buruk yang menurut mereka baik, seperti geng motor, tawuran, dan berbagai hal lainnya.

Pengaruh Globalisasi terhadap Anak Muda

Globalisasi adalah sebuah fakta yang tidak bisa diingkari, revolusi teknologi, transportasi, informasi, dan komunikasi menjadikan dunia ini tanpa batas. Kita bisa mengetahui sesuatu yang terjadi di belahan dunia manapun dalam hitungan detik melalui internet, televisi, dan lain-lain (Jamal Ma’mur Asmani, 2013). Disinilah perlunya anak muda memahami secara maksimal dampak dari globalisasi tersebut.

Jika dilihat dari sudut kebangsaan, anak muda adalah tonggak penerus kepemimpnan bangsa di masa depan. Apa yang terjadi jika anak muda saat ini banyak melakukan hal-hal negatif?

Tenggoknya kasus bom bunuh diri yang telah terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, pelaku bom bunuh diri Tamrin Jakarta pusat 14 Januari 2015 adalah seorang pemuda berusia sekitar 30-35 tahun, bahkan beredar antara usia 16 sampai 40 tahun dan lima tahun silam tepatnya pada Jum’at 15 April 2011 pelakunya adalah M. Syarif adalah seorang pemuda berusia 32 tahun. (Marzuki Wahid, Blakasuta 2015).

Hal ini diakibatkan kurangnya pemahaman agama, dan pengaruh orang lain yang mendokrin pemuda tersebut, sehingga paham radikalisme ini terjadi pada anak-anak muda yang menggebu-gebu dalam mencari ilmu agama, namun mereka salah jalan dalam mencari ilmu tersebut. Menurut Menteri Agama yaitu Lukman Hakim Saefudin menyatakan bahwa aksi terorisme berakar dari pikiran yang kalut dan pemahaman agama yang kusut (Agus SB, 2016).

Sehingga nilai-nilai karakteristik negeri ini yang penuh toleransi, damai, sopan, dan santun seakan-akan lenyap oleh pengaruh radikalisme tersebut. Selain pelaku bom bunuh diri, anak muda banyak melakukan hal-hal yang berdampak buruk pada dirinya, seperti tawuran pelajar, geng motor, pergaulan bebas atau seks bebas, pemerkosaan, dan berbagai hal lainnya. Kemarin selasa 24 Mei 2016 penulis melintasi jalan pemuda kota Cirebon dan melihat puluhan pelajar dari beberapa sekolah di Cirebon dijalanan saling melempari batu, beberapa warga sekitar mengalami ketakutan dan enggan melintasi jalan tersebut. Ironis kondisi negeri ini yang semakin kacau, terutama di Cirebon yang dahulu hingga sekarang dikenal sebagai daerah plural dan menebar toleransi, namun apa yang terjadi pada pelajar di Cirebon sangatlah memprihatinkan. Apa yang terjadi dengan Cirebon jika kondisi anak mudanya seperti ini?

Tawuran tak henti-hentinya melanda beberapa pelajar, entah karena dendam atau kebencian, mereka seakan tertutup dari hati nuraninya untuk menyayangi dan melindungi sesama makhluk hidup terutama sesama manusia. Tak hanya tawuran pelajar, geng motor semakin merejalela di jalan-jalan kota dan bisa menelan korban siapa saja yang mereka lihat baik perempuan maupun laki-laki, baik tua maupun muda. Tak terhitung berapa korban yang sudah terjatuh karena ulah geng motor, pelakunya tak lain adalah anak-anak muda dan didominasi oleh kalangan pelajar. Selain itu juga anak muda terutama di Cirebon banyak melakukan penyimpangan sosial seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas atau pergaulan bebas, yang sekan-akan hal itu lumrah bagi kalangan anak muda. Justru hal tersebut adalah akar-akar dari permasalah di negeri ini.

Wadah Kreatif Anak Muda Penebar Perdamaian

Anak muda sebagai insan berakal, tentunya harus bisa memaksimalkan potensi dirimelalui kreativitas yang positif. Dari permasalahan yang terjadi di Indonesia terutama di Cirebon, penulis menuturkan bahwa permasalahan ini berawal dari tidak adanya wadah untuk mengapresiasi kreativitas anak muda. Dimana anak muda memiliki potensi yang sangat tinggi apabila diberi ruang yang poisitf.

Sebaiknya seluruh elemen baik masyarakat, para pendidik, pemerintah, dan seluruhnya harus bekerjasama untuk menciptakan wadah-wadah kreativitas bagi anak muda. Hal ini pula yang dilakukan oleh Yayasan Fahmina dalam menanggulangi berbagai kasus yang terjadi pada anak muda, dengan menciptakan wadah kreatifitas seperti PELITA (Pemuda Lintas Iman), SETAMAN (Sekolah CInta Perdamaian), READY (Respect and Dialogue). Dimana yang penulis lihat disinilah anak muda diperkenalkan kepada nilai-nilai kebangsaan, kebhinekaan, toleransi, cinta damai, kasih sayang, dan lain sebagainya.

Pemerintah seharusnya menciptakan ruang untuk belajar bagi anak-anak jalanan, memberikan tempat mereka untuk belajar, dan mengemban ilmu pendidikan. Selain itu juga adanya berbagai wadah kekreaifisan tentunya akan menumbuhkan karakter pada anak muda tersebut. Krisis moral dan karakter yang melanda negeri ini tentu bisa diatasi dengan menciptakan wadah-wadah kreatifitas yang positif bagi anak muda, dan darisitu kita mencoba untuk memberikan pendidikan karakter yang berusaha menciptakan akhlak pada setiap anak muda, moralitas, adab, sopan santun, dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan.

Selain itu juga, kritik terhadap pendidikan formal yang selalu mengedapankan keilmuan dibandingkan pendidikan karakter, tentunya mempengaruhi terhadap perkembangan sang anak yang selalu terfokus pada keilmuan, dan memudarnya nilai-nilai luhur yang arif dan bijaksana.

Menurut KH. Hasyim Muzadi bahwa Indonesia masih menyimpan sistem pendidikan yang menyeimbangkan antara keilmuan dan pendidikan karakter sang anak yaitu melalui pendidikan pesantren yang didalamnya sarat akan spiritualitas, nilai dan budaya luhur yang baik. Sebagai lembaga asli produk nusantara, pesantren menunjukan ciri khas “gotong royong” yang merupakan tradisi masyarakat Indonesia (Lanny Octavia, dkk, 2014, Hlm. 7-8). Nilai-nilai lainnya yang dikembangkan oleh pesantren adalah kemandirian, kerjasama, cinta tanag air, kejujuran, kasih sayang, rendah hati, sopan santun, kedamaian, kesabaran, musyawarah, kesetaraan, dan toleransi.

Disinilah pentingnya wadah kekreatifitasan berkaca kepada apa yang telah dilakukan oleh pesantren, jadi setiap wadah kekreatifisan baik itu bidang musikalisasi, jurnalistik, bidang olehraga, keagamaan, seni lukis, dan lain sebagainya harus bisa menumbuhkan karakter-karakter yang berbudi luhur guna menciptakan anak muda yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.

Karena posisi anak muda sangatlah strategis, dan merekalah yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa ini. Penulis berharap semua elemen baik pemerintah, para pendidik, masyarakat, anak muda untuk bekerjasama dalam menghadapi revolusi globalisasi agar berdampak positif bagi anak muda dan seluruh masyarakat. Karena begitu kuat pengaruh transportasi, teknologi, dan informasi pada tumbuh kembang manusia terutama anak muda. Disinilah kita perlu menciptakan wadah kekreatifan anak muda guna menciptakan nilai-nilai luhur, dan mengurangi prilaku penyimpangan sosial. Agar Indonesia ini tetap utuh dengan keberagamannya, dengan menjaga semboyan Bhineka Tunggal Ika bukan hanya dimaknai, namun diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. SalamPerdamaian!!!

 

*Penulis adalah Partisipan SETAMAN Kabupaten Cirebon dan Mahasiswa Filsafat Agama IAIN Syekh Nurjati

Cirebon

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Refleksi Gerakan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Cirebon: Menjaga Keberagaman dan Mencegah Kekerasan Berbasis Agama

Oleh: Zaenal Abidin Gedung Negara Cirebon menjadi saksi momen bersejarah pada Rabu, 11 Desember 2024, saat Panggung Kolaborasi puncak peringatan...

Populer

Artikel Lainnya