Sabtu, 27 Juli 2024

Workshop Penyusunan Buku Berlangsung Seru

Baca Juga

{mosimage}Sejak 2006 ini Fahmina Institute menginisiasi pemberdayaan dan penguatan masyarakat pedesaan melalui pendirian dan pengoperasian radio komunitas. Dengan tujuan sebagai wadah bagi penyebaran gagasan-gagasan Islam humanis dan adil jender di tengah masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Ini dilakukan mulai dari inisiasi pendirian, pengelolaan, siaran dan terus mempertahankan keberlangsungannya. Semua proses tersebut sungguh merupakan pengalaman berharga. Akan tetapi ini hanya akan menjadi sia-sia, bila tanpa usaha mendokumentasikannya. Karena itu usaha penyusunan buku sebagai rekam jejak dari segala proses di atas menjadi penting dan mendesak. Demikianlah diungkapkan  KH. Husein Muhammad dalam pembukaan Workshop Penyusunan Buku Jurnalisme Kemanusiaan Islam yang diselenggarakan Fahmina pada 14-15 Juni 2008 di Hotel Tryas Cirebon.

”Workshop ini dieselenggarakan dalam rangka meminta masukan, kritik dan saran dari para peserta mengenai bagaimana membukukan proses pemberdayaan masyarakat melalui radio komunitas”, kata Kang Faqih memulai diskusi. Workshop ini sendiri diikuti oleh lima belas peserta yang terdiri dari penulis, editor, aktifis radio komunitas dari Fahmina dan dari Combine Resaource Independen (CRI) Yogyakarta.

Menurut panitia penyelenggaranya, Abu Bakar, workshop ini berjalan seru, banyak masukan berupa kritik dan saran yang sangat berharga dari para peserta demi perbaikan draft buku Jurnalisme Kemanusiaan yang sedang disusun Fahmina. ”Banyak pikiran bernas dan cerdas yang dikemukakan peserta, sungguh luar biasa” kata Abu. Draft buku sendiri telah dibagikan kepada para peserta empta hari sebelum acara.

Di antara masukan berharga itu adalah mengenai bagaimana mendefenisikan dan menuliskan jurnalisme kemanusiaan Islam. Menurut Ahmad Suaedi, peserta dari Wahid Institute, untuk menulis tentang jurnalisme dan kemanusiaan, dalam konteks radio komunitas sebaiknya tidak usah merujuk pada konsep-konsep besar, buku-buku atau bahkan dalil-dalil sekalipun.  Tetapi mari menuliskan kemanusiaan dengan merujuk pada pengalaman radio komunitas, merujuk pada pengalaman dan apa yang dirasakan rakyat. Mari mendefenisikan jurnalisme tidak melulu merujuk pada konsep dan buku, tetapi mari merujuk pada proses suka duka yang dirasaka rakyat. ”Dalam hal ini rakyat sah untuk dirujuk” tegas Suaedi.
Sementara itu Yulianti, peserta dari Komnas Perempuan, mengungkapkan banyak kritik dan saran perbaikan terkait outline buku. Menurutnya outline buka perlu dirombak, kalau tidak, maka akan banyak pengulangan di dalamnya.

Nur Rafiah, peserta dari PP Fatayat NU, lebih banyak mengingatkan akan tujuan penulisan buku dan sasaran pembacanya. ”Ini penting, mengingat lembaga saya belum melaksanakan kegiatan seperti ini. Jadi kalau buku ini bagus dan jelas peruntukannya, mungkin bisa mengisnpirasi lembaga saya. Dalam hal ini Fatayat bisa belajar dari Fahmina”, kata Rofi’ah.
Marzuki Wahid, peserta dari Dewan Kebijakan Fahmina, juga berharap agar penulisan buku ini bukan hanya berisi rekam jejak pelaksanaan program radio komunitas, tetapi juga hasil-hasil pemberdayaannya di masyarakat. Marzuki berharap kerja-kerja jurnalisme yang selama ini dilakukan fahmina, seperti Al-Basyar dan yang lain juga bisa dimasukkan dalam buku ini.

Sejalan dengan itu, Erlinus Thahar, peserta dari aktifis radio komunitas Fahmina, juga menyatakan bahwa sebaiknya buku ini bukan bicara melulu soal radio komunitas. Sedangkan Obeng Nur Rasyid mengusulkan dimuatnya radio-radio komunitas yang baru berdiri dan berkembang. Menurutnya, ini dimasukan ke bagian pengembangan radio komunitas.

Selain itu, kritik mengenai penulisan juga dinyatakan oleh Arif Hakim, Mahrus El-Mawa, Imam Prakoso dan Budi Hermanto. Arif Hakim, editor lepas Mizan, mengomentari tentang model penulisan yang masih gado-gado. ”Dalam penulisan draft ini, bahkan ada yang tidak jelas susunan-susunan kalimatnya, tidak jelas mana Subyek, Predikat dan Obyeknya. Tetapi ini tidak banyak hanya bebrapa tulisan saja”, kata Arif.

Mahrus El-Mawa, peserta dari P3M STAIN Cirebon mengusulkan akan adanya metode penulisan yang lebih metodologis lagi. Budi Hermanto, peserta dari CRI Yogyakarta mengusulkan sebaiknya ada cerita-cerita ringan dan menarik dari komunitas yang diangkat dalam buku ini. Juga kisah-kisah pendampingan yang dilakukan di radio komunitas.   

Imam Prakoso, peserta dari CRI menyatakan bahwa memang agak susah menuliskan tentang jurnalisme yang ideal dari radio komunitas. Karena sampai detik ini radio komunitas yang ideal dapat memberdayakan warga dengan inisiasi warga sendiri, masih sulit ditemukan.  

Sejalan dengan itu, menurut Budi Hermanto, untuk menuliskan jurnalisme kemanusiaan Islam di radio komunitas, bisa dilakukan dengan memulai tulisan yang ringan-ringan, mengalir tetapi tetap terjaga substansinya. ”Mulailah dari yang ringan dan terlihat spele, tetapi menyentuh perasaan kemanusiaan dan keberpihakan”, katanya.

Demikianlah diantara kritik, saran dan masukan-masukan para peserta untuk perbaikan buku Jurnalisme Kemanusiaan Islam yang sedang disusun oleh Fahmina Institute. Semoga ini bermanfaat, dan terimakasih atas sumbangsinya.[]

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Atas Kejahatan Kemanusiaan Israel di Palestina

Bismillahirrahmaanirrahiim Menyikapi tindakan-tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Isreal terhadap warga Palestina, yang terus bertubi-tubi dan tiada henti,...

Populer

Artikel Lainnya