Sabtu, 16 November 2024

Tiga Prinsip Gus Dur Perjuangkan Perempuan

Baca Juga

Gus Dur, itulah nama panggilan sang pejuang hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan. KH. Abdurrahman Wahid, itulah nama lengkap sosok yang pemberani dalam membela orang yang termarginalisasi, lemah, minoritas dan perempuan.

Meski fisiknya telah meninggalkan Indonesia sembilan tahun silam. Namun ide dan gagasannya hingga hari ini terus diimpelentasikan baik secara individu ataupun lembaga kemanusiaan.

Membela kemanusiaan, termasuk perempuan di dalamnya, tentu Gus Dur memiliki prinsip dalam menafsirkan ajaran Islam yang bermuatan nilai-nilai kemanusiaan.

Ketua Pusat Studi Gender Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rindang Farihah mengatakan, ada tiga prinsip Islam yang dipegang Gus Dur dalam memperjuangkan perempuan agar mereka memiliki peranan dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.

“Dalam bernegara dan bermasyarakat Gus Dur memiliki 3 prinsip yaitu keadilan (‘adalah), kesamaan (musawwah) dan demokrasi (syuro),” ungkap Ibu Nyai Rindang kepada Mubaadalahnews, belum lama ini.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU DIY menyatakan, prinsip ini dilaksanakan Gus Dur ketika ia berada di keluarga, saat menjabat presiden dan juga pemimpin umat (NU).

“Gus Dur seumur hidupnya berkomitmen memperjuangkan kaum tertindas, lemah atau yang dilemahkan, baik melalui forum-forum diskusi hingga pada artikel-artikel yang ditulis beliau,” ujarnya.

Pemaknaan Ulang Ayat

Ibu Nyai Rindang menyebutkan, Gus Dur melakukan pemaknaan ulang ayat arrijalu qowwamuna ‘ala al-nisa’yang menjadi legitimasi pandangan agama mainstream yang menyebutkan bahwa pemimpin itu harus seorang laki-laki, karena perempuan itu lemah.

Pandangan ini didukung pula salah satu hadis yang berbunyi “Akan rusak suatu kaum jika urusannya diserahkan kepada perempuan” dan adanya pengaruh ayat lain yang berkenaan dengan hak waris, separuh bagi perempuan.

Menurutnya, pemaknaan ayat harus dilihat pada konteks di mana dan kapan ayat tersebut diturunkan. Pada saat ayat ini diturunkan, masyarakat Arab yang terdiri dari beberapa suku atau qabilah masih banyak yang nomanden, sering terjadi perang antar qabilah, fanatisme kesukuan sangat tinggi dan setiap qabilah hidup sendiri-sendiri.

Lebih lanjut lagi, dengan situasi seperti itu kekuatan fisik menjadi andalan dalam mempertahankan qabilah dari serangan-serangan. Karenanya dalam situasi seperti saat itu perempuan dan anak perempuan yang memiliki kecenderungan fisik lemah dibandingkan laki-laki tidak mungkin menjadi pemimpin qabilah.

Hal ini kemudian, lanjut dia, membuat perempuan kurang dihargai dan di saat yang sama praktik perbudakan masih tinggi. Menurut Gus Dur kepemimpinan hari ini berbentuk perseorangan (individual leadership) bukan seperti saat ini di mana kepemimpinan justru dilembagakan (institusionalisasi).

“Ayat arrijalu qowwamuna ‘ala an-nisa dimaknai perempuan bukan sebagai individu melainkan institusional,” ucapnya.

Memaknai ulang ayat itu, kata dia, Gus Dur pernah mencontohkan Perdana Menteri (PM) Benazir Butho. Di mana dalam urusan kenegaraan Benazir sebagai seorang perempuan tidak bekerja sendiri, akan tetapi bekerja secara tim, di mana dalam struktur kenegaraan terdapat eksekutif, legislatif dan yudikatif.

“Sehingga segala keputusan melalui proses-proses sesuai tata hukum negara yang berlaku,” katanya.

Dalam isu kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana (KB), lanjut dia, Gus Dur memaknai ulang sebuah hadist nabi yang menyatakan bahwa “Nabi akan bangga dengan umat yang banyak.” Selama ini hadist itu dimaknai secara kuantitas.

Kemudian oleh Gus Dur dimaknai ulang secara kualitas bukan kuantitas. Karena melihat konteks perkembangan masyarakat modern saat ini serta adanya tuntutan pembangunan nasional dengan kebijakan KB yang bertujuan melakukan peningkatan kesehatan, pendidikan dan ekonomi bagi warga negaranya.

“Itulah beberapa ayat yang dimaknai ulang oleh Gus Dur dalam rangka mendorong perempuan untuk terlibat aktif dalam pembangunan negara dan bangsa,” tutupnya. (WIN)

Sumber: Mubaadalahnews.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Sekolah Agama dan Kepercayaan Bahas Jejak Sejarah dan Ajaran Hindu di Indonesia

Oleh: Zaenal Abidin Cirebon, Fahmina Institute — Sekolah Agama dan Kepercayaan (SAK) Bagi Orang Muda bahas jejak sejarah dan ajaran...

Populer

Artikel Lainnya