Sabtu, 27 Juli 2024

Ikhtiar Memaknai Hadits dengan Perspektif Perempuan

Baca Juga

Hadits biasa didefinisikan sebagai perkataan [qawl], perbuatan [fi’il] dan persetujuan [taqrîr] yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw [kullu mâ udhîfa ilâ an-Nabiyy min qawlin aw fi’lîn aw taqrîrin]. Ia merupakan teks berita yang berasal dari Nabi. Ia juga biasa dikenal dengan istilah lain, seperti sunnah, khabar dan atsar. Di antara ketiga istilah ini, sunnah lebih banyak digunakan dari yang lain, sehingga hadits Nabi sering juga disebut dengan sunnah Nabi. Sunnah secara bahasa berarti jalan, karena itu sering diterjemahkan sebagai tradisi. Atau sesuatu yang biasa dijalankan Nabi Saw. Khabar secara bahasa berarti berita, atsar berarti peninggalan dan hadits sendiri berarti sesuatu yang baru, atau sesuatu yang diceritakan. Tetapi kemudian hadits dikenal sebagai istilah untuk sesuatu yang dikisahkan dari atau mengenai Nabi Muhammad Saw; baik ucapan, perbuatan atau penetapan.

Dalam metodologi pengambilan dan penetapan hukum Islam [istinbâth], secara hirarkis hadits menempati urutan kedua setelah al-Qur’ân. Argumentasinya, seperti yang dinyatakan dalam ushul fiqh, bahwa hukum Islam adalah hukum Allah Swt. Hukum Allah Swt harus bersumber dari rujukan wahyu dan kalam-Nya. Wahyu yang langsung, primer dan pasti akurat [mutawâtir] adalah al-Qur’ân. Sementara hadits adalah penjelas terhadap wahyu. Kalaupun hadits dianggap wahyu, maka ia wahyu yang tidak langsung, sekunder dan dalam beberapa hal akurasinya tidak terjamin. Tidak persis seperti al-Qur’ân yang purna-terjamin. Al-Qur’ân dipastikan sebagai wahyu yang akurat, karena pada jalur transmisi [riwâyah], ia diriwayatkan oleh orang banyak dalam setiap generasi [mutawâtir]. Sementara kebanyakan teks-teks hadits, ditransmisikan secara lebih sederhana, oleh satu atau dua orang [ahâd], yang masih menyisakan adanya kemungkinan salah dan alpa, bahkan bohong [ihtimâl al-khata’ wa an-nisyân wa al-kidzb]. Karena itu, hadits menempati urutan kedua setelah al-Qur’ân dalam penempatan sebagai sumber hukum Islam.


Sumber: Faqihuddin Abdul Kodir 2007 “Ikhtiar Memaknai Hadits dengan Perspektif Perempuan”, di KH. Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, Lies Marcoes Natsir dan Marzuki Wahid, Dawrah Fiqh Concerning Women – Modul Kursus Islam dan Gender, Fahmina Institute, Cirebon, 2007.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Atas Kejahatan Kemanusiaan Israel di Palestina

Bismillahirrahmaanirrahiim Menyikapi tindakan-tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Isreal terhadap warga Palestina, yang terus bertubi-tubi dan tiada henti,...

Populer

Artikel Lainnya