Selasa, 22 Oktober 2024

Jangan Hanya Salahkan Pkl, Mari Berdayakan Mereka

Baca Juga

Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah salah satu pekerjaan yang banyak digeluti penduduk kota di negara-negara berkembang pada umumnya, termasuk di Indonesia. Kota-kota besar dan kecil di Indonesia dipenuhi para PKL, baik yang di pasar-pasar tradisional maupun di pinggir-pinggir jalan. Dari tahun ke tahun jumlah mereka terus bertambah. Seiring dengan itu persoalan mereka pun semakin rumit, dari mulai persoalan internal, yaitu persaingan usaha diantara mereka, sampai persoalan eksternal, yaitu penggusuran lokasi yang kerap kali mereka hadapi.

Memang, PKL selama ini sa­rat dengan stigma (cap buruk). Oleh pemerintah kota (Pemkot) misalnya, PKL diang­gap merusak dan mengacaukan tata ruang kota. Kare­na sebagian PKL berjualan di tro­toar, jembatan, taman-taman, bantara n sungai, dan dan fasilitas umum lain­nya. Mereka dituduh secara se­pihak seba­gai sumber kemacetan dan ke­semrawu­tan kota. Ketika se­buah kota gagal me­raih piala Adipura, maka PKL yang pertama kali dipersalahkan. Tidak hanya itu, bahkan ada anggapan sangat buruk terhadap PKL, yakni menganggap­nya sebagai parasit dan sumber pe­laku kejahatan atau semata-mata dianggap sebagai peker-jaan yang sama sekali tidak relevan (Roggero dalam Ramli, 1992).

Sejatinya, PKL adalah korban dari langkanya pekerjaan produktif yang layak bagi kebanyakan masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah. Dengan kata lain, mereka adalah dampak negatif dari pembangunan yang belum merata. Dalam situasi yang sulit, maka menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah langkah alternatif. Ini mestinya dianggap sebagai langkah cerdas mengurangi pengangguran. Karena itu PKL harus diberdayakan, bukan malah dipersalahkan, dicap buruk atau dimusuhi.

Dengan latar belakang niat untuk memberdayakan, sejak pertengahan 2005 Fahmina institute dan Forum Pedagang Kaki Lima (FPKL) Kota Cirebon merumuskan langkah-langkah pemberdayaan bagi PKL di Kota Cirebon. Salah satunya adalah Program Penguatan Kelembagaan dan Usaha PKL dan kafe malam melalui program PPK-IPM 2006 Kota Cirebon. Ini atas dukungan dari pemerintah propinsi, dalam rangka peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang meliputi; (1) Peningkatan Daya Beli; (2) Peningkatan Angka Harapan Hidup; (3) Peningkatan Pendidikan Masyarakat.

Bagi PKL Kota Cirebon, program peningkatan IPM ini akan berjalan selama 2 tahun, dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Dalam program ini, Kantor Koperasi dan KUKM ikut membantu dalam penyusunan program, desain dan pelaksanaan program di lapangan.

Prakteknya, pemberdayaan dilakukan diantaranya dengan penguatan kelembagaan melalui penataan kelompok-kelompok PKL dan penciptaan sentra-sentra bisnis PKL di setiap ruas jalan. Dimulai bulan Juni 2006, pemetaan PKL di 15 ruas jalan. Melalui data ini, diseleksi 240 PKL dan 40 Kafe malam (Pujawangi), yang kemudian ditentukan sebagai calon penerima bantuan dana bergulir (tahap pertama).  Untuk menguatkan kelem­bagaan dan usaha PKL, dise­lenggarakan pelatihan bagi  peningkatan potensi PKL, baik di bidang usaha maupun tekhnis. Adapun kurikulum, jadwal, peserta, fasilitator dan narasumber pelatihan ini dirumuskan melalui workshop yang secara khusus diselenggrakan di akhir Agustus 2006.

Kemudian pelatihan bagi PKL diselenggarakan sepanjang September 2006. Pelatihan yang menyertakan 240 PKL dan 40 kafe malam ini dilaksanakan dalam 4 angkatan. Setiap angkatan dilaksanakan selama 3 hari untuk 70 peserta.

Materi-materi yang disam­paikan dalam pelatihan ini, secara umum mengarah penguatan kapa­sitas PKL. Pertama, meningkatkan kemampuan pedagang kaki lima dalam hal kewirausahaan untuk meningkatkan penghasilan ekono­mi. Kedua, meningkatkan kesadaran para PKL dalam menjaga keinda­han, kebersihan dan kenyamanan Kota Cirebon. Ketiga, memperkuat kelembagaan (forum) pedagang kaki lima. Keempat, memberdayakan  kesadaran kritis para PKL terhadap kebijakan pemerintahan Kota. Kelima, memperjelas relasi antara PKL dengan pemerintah Kota, termasuk dalam perumusan standar kebersihan dan keindahan Kota.

Selain itu, ada pelatihan bagi para PKL mengenai tehnis penyaluran dan penerimaan dana bergulir. Pelatihan ini dilaksanakan pada awal Oktober 2006 untuk dua angkatan. Setiap angkatan terdiri dari 45 orang peserta selama dua hari.Pelatihan ini secara umum membahas mengenai; pertama gambaran umum tentang penyaluran dan penggunaan dana bergulir, kedua merancang  mekanisme penerimaan, pengem­balian dan pengajuan tahap ke 2, dan ketiga mengenai materi kesepa­katan MOU dengan perbankan.  Penyaluran dana bergulir dilakukan dalam dua tahap. Tahap I pada tanggal 23 Oktober 2006, diterima oleh 187 PKL dan Kafe Malam dan tahap II pada akhir Desember 2006, diterima oleh 63 PKL dan Kafe Malam. Kita bisa berbangga, karena ada  pemerintah daerah yang nyata memberdayakan wong cilik, yaitu PKL. [].

 Sumber: Blakasuta Ed. 10 (2007) 

  

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Buku Perempuan Penggerak Perdamaian; Cerita Perempuan Lintas Iman Menjaga Perdamaian di Ciayumajakuning

  Judul : Perempuan Penggerak Perdamaian; Cerita Perempuan Lintas Iman Menjaga Perdamaian di Ciayumajakuning Penulis : Fachrul Misbahudin, Fitri Nurajizah, Fuji Ainnayah, Gun Gun Gunawan,...

Populer

Artikel Lainnya