Sabtu, 27 Juli 2024

Melangkah Bersama Menuju Kebebasan Beragama & Berkeyakinan di Jawa Barat

Baca Juga

Pelabelan ‘sesat’ untuk berapa aliran di Indonesia sedang menjadi trend isu akhir-akhir ini. Hal ini didukung dengan 10 (sepuluh) kriteria aliran sesat yang dikeluarkan oleh MUI beberapa waktu yang lalu. Ironisnya Negara ikut mengamini pelabelan ‘aliran sesat’ dan bertindak atas nama hukum untuk menghakimi para penganut ‘aliran sesat’. Kondisi seperti ini menjadi ancaman serius bagi kaum minoritas yang memiliki agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.

Nampaknya kita perlu mengingatkan kembali pada pemerintah bahwa kita sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18 ke dalam UU no 12 tahun 2005. Dalam kovenan tersebut secara tegas menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum atau secara pribadi”.

Aturan tersebut secara otomatis mengikat semua negara-negara yang tergabung dalam PBB. Maka atas dalih apapun negara tidak punya hak untuk intervensi soal kebebasan beragama/kepercayaan warga negaranya. Karena agama/kepercayaan itu adalah urusan privat bukan publik. Kewajiban negara hanya melindungi warga negaranya dalam menjalankan agama/kepercayaannya. Dalam UUD 1945 pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 ditegaskan kembali bahwa negara akan menjamin kebebasan beragama/berkeyakinan warga negaranya.
 
Berangkat dari semangat tersebut, Jaringan Kerja (JAKER) Jawa Barat yang terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI Jabar), LBH Bandung, Gereja Kristen Pasundan (GKP), Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Fahmina, dan Desantara, bertekad untuk melakukan monitoring dan advokasi kebebasan beragama/berkeyakinan di Jawa Barat. Langkah ini merupakan respon atas maraknya berbagai kasus pelanggaran HAM terkait dengan kebebasan beragama/berkeyakinan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kasus ini berimbas pada ketidakadilan sosial seperti penyerangan dan intimidasi terhadap kelompok sebagai bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan yang berbasiskan agama. Apalagi secara demografis, aliran-aliran yang dianggap ‘sesat’ tumbuh subur di beberapa daerah di Jawa Barat. Untuk memantapkan rencana tersebut, JAKER menyelenggarakan pelatihan pada tanggal 4 – 13 Nopember 2007 untuk peningkatan kapasitas anggota JAKER dalam melakukan monitoring, sehingga kerja-kerja ke depan dapat berjalan secara sinergis. Pelatihan tersebut diikuti oleh 12 orang perwakilan dari anggota JAKER selama 10 hari di Bandung. Dalam pelatihan tersebut 12 orang yang nantinya akan jadi pemantau akan bekerja selama 15 bulan ke depan. Para pemantau tersebut dibekali dengan berbagai instrumen nasional dan internasional yang terkait dengan kebebasan beragama/berkeyakinan.

Ke depan diharapkan negara dapat menjamin kebebasan beragama/berkeyakinan warga negaranya tanpa ada intervensi dari lembaga apapun. negara juga harus memenuhi hak-hak sipil, politik, sosial dan ekonomi seluruh warga negaranya. negara juga harus mengakaji ulang kebijakan-kebijakan yang berpotensi melahirkan konflik yang berbasis agama. sehingga perdamaian dapat tercipta di bumi nusantara ini. (Ab)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Atas Kejahatan Kemanusiaan Israel di Palestina

Bismillahirrahmaanirrahiim Menyikapi tindakan-tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Isreal terhadap warga Palestina, yang terus bertubi-tubi dan tiada henti,...

Populer

Artikel Lainnya