Bangsa Indonesia tentu tak akan pernah melupakan Ki Hadjar Dewantara. Tokoh pergerakan nasional dengan gagasan-gagasan dan praktek perjuangan briliyan baik dalam kebudayaan, politik, maupun pendidikan. Menelaah Ki Hadjar secara mendalam tampak jelas pendiri Taman Siswa ini merupakan individu multi dimensi. Tak banyak tokoh bangsa yang memiliki talenta selengkap Ki Hadjar Dewantara. Laksana mata air yang tak habis ditimba, Ki Hadjar menjadi rujukan sekaligus bahan kajian bagi para peneliti dari beragam disiplin ilmu, terutama ilmu budaya, ilmu politik, maupun ilmu pendidikan.
Perjuangan Ki Hadjar Dewantara untuk kaum perempuan, tampaknya menjadi aspek marginal, yang tidak mendapatkan tempat serius dari para aktifis, akademisi, pendidik, maupun politisi. Padahal Ki Hadjar telah menegaskan sejak mengawali hidup di dunia pergerakan dengan menempatkan perempuan sebagai kunci membangun rasa kemanusiaan yang lebih baik.
Melalui majalah “Wasita”, sepanjang tahun 1928-1935 Ki Hadjar secara khusus menulis tentang perjuangannya bagi kaum perempuan yang bermartabat. Pemikiran-pemikiran tentang perempuan ini telah diterbitkan ulang dalam salah satu buku legendaris “Karja Ki Hadjar Dewantara Bagian II a: Kebudayaan (1967) dalam satu bab khusus yang terdiri dari Sembilan tulisan berada pada Bab II bertajuk “Kebudajaan dan Kewanitaan”.
Ki Hadjar tegas berkeyakinan antara laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan yang haq dan harus berlaku dalam kehidupan nyata, yaitu persamaan hak, persamaan derajat, dan persamaan harga. Merendahkan salah satu pihak bukan hanya mengingkari akar kemanusiaan tetapi menyelisihi kemauan Tuhan, Sang Maha Pencipta Semesta Alam. Dalam Wasita edisi Desember 1928, Djilid 1 No. 3 Ki Hadjar dalam “Kodrat
Napak Tilas Pemikiran Bapak Pendidikan Nasional: Memajukan Pendidikan Perempuan
Perempuan” menuliskan: Kepada kaum perempuan saya serukan: ketahuilah bahwa kamu sekalian berkuasa mendidik keutamaan, karena besarlah pengaruhmu pada barang dan tempat kelilingmu dalam hal kesucian, kehalusan dan dalamnya batin. Ingatlah bahwa kamu berhak turut campur dalam semua perkara… pergunakan hakhakmu! Guna kemuliaan rakjatmu dan keselamatan dunia!
Kaum perempuan dapat maju bila dimulai dari pendidikan. Keyakinan ini yang melatari Ki Hadjar Dewantara melalui Taman Siswa memberi, mendorong, dan memasifkan kaum perempuan untuk belajar mengenyam pendidikan. Proses pendidikan di Taman Siswa pun tidak dikonsepsi dan dipraktekkan laki-laki vis a vis perempuan, tetapi disatukan dalam satu ruang yang sama. Ki Hadjar tidak sepakat dengan adanya sekolah hanya khusus perempuan atau khusus laki-laki. Proses pendidikan antara laki-laki dan perempuan penting dibaurkan, karena pengasingan pergaulan laki-laki dan perempuan hanya akan mempersempit pandangan, pengetahuan dan adat istiadat. Pendidikan yang tidak baik bukan disebabkan oleh percampuran laki-laki dan perempuan di dalam kelas, tetapi karena kurang baiknya system pendidikan sekolah dan terlalu berat beban yang diberikan kepada siswa.
Gigihnya Ki Hadjar Dewantara untuk memasukkan kaum perempuan dalam dunia pendidikan ditulisnya dengan berapi-api, provokatif, khas gaya aktifis dalam Wasita edisi Desember 1928, Djilid 1 No. 3 yang berjudul “Perempuan dalam Dunia Pendidikan”; Maka dari itu saya serukan: hai kaum perempuan Indonesia masuklah ke dunia pendidikan! Disitulah kamu akan merasakan kenikmatan diri, karena kamu bekerja guna kemuliaan rakyat dan bangsa, selaras dengan kodratmu lahir dan batin.
Ki Hadjar bukanlah seorang pemikir dan aktifis yang selesai di tingkat gagasan, tetapi setiap nafas pemikirannya selalu di landingkan dalam tahapan praksis. Aksi dan refleksi selalu bergulir dan digerakkan terus menerus tanpa henti. Praktek inilah yang melahirkan organisasi Persatuan Taman Siswa kedudukan perempuan ditempatkan secara luhur, dengan menempatkan “Wanita Taman Siswa” tidak di bawah “Majelis Luhur” tetapi berdiri sejajar dan sederajat di sampingnya. Inilah keyakin-an Ki Hadjar Dewantara bahwa Taman Siswa akan dapat sempurna jika ada bagian lakilaki dan perempuan yang keduanya berkedudukan sama. Taman siswa juga menyediakan Wisma Rini yaitu tempat keputren untuk pondok guru dan murid perempuan yang menjadi tempat penggodokan segala perbuatan dan pekerjaan yang berhubungan dengan hidup dan penghidupan kaum perempuan.
Memajukan kaum perempuan merupakan bagian dari perjuangan Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam mengemban kodrat kemanusiaan: Berbenih kesucian dan berdasar kesempurnaan hidup. Suara Ki Hadjar Dewantara untuk kaum perempuan sungguh nyaring. []
Sumber: Blakasuta Ed. 19 (Mei 2009)