Jumat, 13 Desember 2024

Penyalahgunaan Kuasa untuk Memperoleh Layanan Seksual adalah Bentuk Eksploitasi Seksual

Baca Juga

Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kasus sastrawan Sitok Srengenge terjadi karena adanya relasi kuasa yang timpang antara Sitok Srengenge (48) dan korban, RW (22), mahasiswi Universitas Indonesia. Seperti diungkapkan Arimbi Heroepoetri dalam rilis pesan singkatnya di sejumlah media, bahwa relasi kuasa yang timpang tersebut diakibatkan karena Sitok Srengenge melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Penyalahgunaan kuasa untuk memperoleh layanan seksual adalah bentuk eksploitasi seksual.

Arimbi mengatakan, eksploitasi seksual, berbeda dari pelecehan seksual. Eksploitasi seksual dan pelecehan seksual adalah dua dari 15 jenis kekerasan seksual yang dialami perempuan Indonesia.

Ke-15 jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia antara lain eksploitasi seksual, perkosaan dan pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan manusia untuk tujuan seksual, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrasepsi/sterilisasi paksa.

Dari data yang dihimpun Komnas Perempuan sedikitnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Pada tahun 2012 saja, tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Empat jenis kekerasan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan dan pencabulan (1620), percobaan perkosaan (8), pelecehan seksual (118), dan trafiking untuk tujuan seksual (403).

Kekerasan seksual tersebut terjadi baik di lingkungan rumah, di tengah-tengah masyarakat maupun dilakukan oleh aparat negara. Sementara itu, terkait pemaafan istri dan dukungan keluarga terhadap Sitok, Arimbi menekankan bahwa hal itu tidak akan mengurangi tanggung jawab hukum perihal dugaan kejahatan yang dilakukan ‘sastrawan’ tersebut.

sumber: http://merdeka.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Refleksi Gerakan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Cirebon: Menjaga Keberagaman dan Mencegah Kekerasan Berbasis Agama

Oleh: Zaenal Abidin Gedung Negara Cirebon menjadi saksi momen bersejarah pada Rabu, 11 Desember 2024, saat Panggung Kolaborasi puncak peringatan...

Populer

Artikel Lainnya