Jumat, 6 Desember 2024

Sejatinya Pemuda Indonesia

Baca Juga

Negara Indonesia dibangun melalui peradaban yang sangat panjang dari jaman kerajaan hingga jaman modern. Otonomi daerah telah memberikan warna dalam perkembangan kepemimpinan di Indonesia. Golongan pemimpin identik dengan golongan tua di mana, para pemuda kurang diberikan kesempatan untuk dapat memimpin. Namun, patut untuk disadari bahwa batasan usia tidaklah menjamin kematangan seseorang untuk lebih maju. Pemimpin yang baik adalah seseorang yang dapat mengemban amanah perjuangan Bangsa Indonesia yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Salah satu bukti yang membangkitkan semangat kaum muda Indonesia entah di sadari atau tidak adalah dengan adanya tayangan iklan yang menyatakan “belum tua belum boleh bicara”. Ini adalah suatu bukti teguran untuk para pemuda di Indonesia, sadar atau tidak tayangan tersebut sebetulnya telah memberikan semangat kepada para pemuda untuk angkat bicara atau siap menjadi pemimpin dengan bekal ilmu pengetahuan dan kemampuan intelektualitas dengan tidak melihat kedudukan dan jabatan orang tuanya.

Apabila melihat perjuangan Bangsa Indonesia atau sering dibilang sebagai masa kejayaan nusantara, justru yang membawa nusantara berjaya adalah sosok pemimpin dari seorang pemuda yang mempunyai kemauan keras untuk memajukan nusantara. Berkat pejuangan dan kemauan keras tersebut akhirnya nusantara berada dalam puncak kejayaan.

Sejarah Kerajaan Majapahit telah membuktikan, kemajuan kerajaan tersebut dipimpin di bawah seorang pemuda yakni Hayam Wuruk. Di mana Hayam Wuruk mendapatkan dukungan atau restu dari orang tuanya dan dari golongan tua untuk mengemban amanah memajukan nusantara. Namun, sekarang sungguh terbaik keadaanya, pemuda kurang diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin. Dominasi golongan tua telah menjadikan pemuda hanya sekadar ‘anak bawang’yang harus menuruti kehendak kaum tua.

Dalam sejarah Majapahit, Hayam Wuruk mendapatkan dukungan dari  Tribuanatunggaldewi (orang tuanya) dan Orang yang mempunyai pengaruh yakni Gajah Mada (golongan tua). Sejarah membuktikan bahwa sosok Hayam Wuruk yang mendapatkan restu dari orang tua dan dukungan dari golongan tua telah sukses membawa kejayaan nusantara. Sekarang kenapa peran orang tua dan golongan tua kurang memberikan kesempatan kepada para pemuda, justru yang terjadi adalah hegemoni hak-hak kaum muda.

Misalnya, batas usia untuk menjadi seorang pemimpin begitu banyak menemui kendala bagi para pemuda, seolah-oleh menganggap anak muda sekarang belum mempunyai kemampuan untuk memimpin, dengan dalih masih labil secara mental dan masih banyak emosional dalam mengambil keputusan. Kalau mau belajar dari buah kelapa justru semakin tua semakin enteng, nyaring bunyinya, dan koplak. Ini membuktikan bahwa semakin tua orang dengan mudah melontarkan kata-kata namun terkadang hanya sebatas bicara tanpa bertindak.

Sejarah kemerdekaan Indonesia telah membuktikannya, perjuangan pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan adalah berkat perjuangan kaum muda pada saat itu. Entah apa yang akan terjadi saat sekarang apabila para pemuda tidak melakukan desakan terhadap golongan tua mungkin masih dalam penjajahan.

Batas usia akan membuktikan kematangan seseorang, tidaklah demikian dengan budaya sejarah Indonesia, justru dengan adanya doa dan dukungan orang tua serta golongan tua. Maka kepemimpinan pemuda sekarang tidaklah mustahil akan memberikan konstribusi yang dapat membawa ke jaman keemasan dengan bercermin pada sejarah masa lalu. Usia yang memberikan batasan kepada kaum muda dalam budaya Indonesia sebetulnya berpengaruh tanpa disadari. Sebagai bukti, remaja Indonesia telah banyak memberikan kontribusi dalam beberapa tahun terakhir seperti juara lomba bidang ilmu pengetahuan yang telah meraih emas dan masih banyak lagi sebagai bukti bahwa sebetulnya para pemuda dan masih banyak kemampuan lain yang belum terungkap.

Pemuda sebagai ujung tombak bangsa Indonesia ternyata secara tidak langsung telah dihegemoni tentang hak-haknya oleh golongan tua yang merasa telah mapan dan lebih berpengalaman. Dalih itulah yang selalu didengung-dengunkan oleh kaum tua untuk menghegemoni hak-hak pemuda Indonesia.

HAM telah memberikan hak kepada seseorang untuk bebas berfikir namun, justru yang terjadi adalah hegemoni terhadap para intelektual muda. Intelektual muda seolah-olah hanya dijadikan sebagai alat pemuas kaum tua yang ingin mempertahankan hegemoninya tersebut. Salahkah, sekarang jika para pemuda Indonesia kurang dapat berkembang. Tentunya, hal itu tidak demikian adanya namun akibat belenggu hak-hak pemuda dalam mengembangkan dirinya yang selalu dihegemoni oleh golongan tua.

Sudah saatnyalah sekarang, kaum muda Indonesia bangkit dan memperjuangkan hak-haknya. Selama ini, pemuda sendiri telah dinanabobokan oleh golongan tua hanya sebagai alat belaka. Adakah keadilan HAM apabila para pemuda terus dibelengu oleh dongeng-dongeng yang selalu menceritakan golongan tua dalam memimpin bangsa ini.

Sebagai bukti konkrit, itu semua dapat dilihat dengan jelas sekali di dunia kampus. Dunia kampus yang dinilai sebagai pusat akademik namun kurang memberikan kebebasan secara psikologis bagi kaum muda untuk dapat berkarya. Dosen dianggap sebagai dewa yang maha tahu, mahasiwa dianggap orang yang sedang diajari untuk tahu tentang apa yang disampaikannya.

Bahkan, dalam organisasi kampus sendiri, senior selalu membanggakan dirinya dengan kata-kata “bagimana organisasi ini mau maju, lihat dong perjuangan abang dan emba kalian tempo dulu”. Sejujurnya kata tersebut kurang pantas untuk diucapkan oleh para senior di dunia akademik, sebab akan menimbulkan beban bukannya motivasi untuk maju dalam mengembangkan organisasi. Itulah bukti, bahwa hak kaum muda selalu mendapatkan tekanan dari golongan tua, senior dianggap paling tahu segala-galanya.

Pemuda sekarang harus dapat bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya. Apabila ingin memajukan diri janganlah membiarkan terlena dalam buaian yang meninabobokan. Bangsa Indonesia sekarang sedang memerlukan pemuda yang tangguh dalam berjuang membawa kepada kejayaan. Sudah saatnyalah pemuda memperjuangkan hak-haknya agar dapat berkembang, selain itu juga golongan tua haruslah memberikan arahan kepada pemuda dan ibu bapak harus juga memberikan doa. Sebagai tradisi timur kita semua pecaya bahwa doa orang tua sangat manjur artinya dapat memberi kita kesenangan bahkan kesengsaraan.

Sesuai dengan pepatah Jawa “setetes banyu ngademi, seperci genik manasi”. Kata tersebut begitu sangat dalam artinya, bahwa doa orang tua akan memberikan kita kesejukan dan amarahnya akan mendatangkan malapetaka dalam kehidupan.

Begitu pentingnya doa orang tua dan dukungan golongan tua sebagai pengarah, jika pemuda diberikan kesempatan ini maka dengan melihat kejayaan nusantara tidaklah mustahil Indonesia akan menjadi lebih baik dari sekarang. Sebab, pemuda mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, orang tua memberikan arah terhadap mobilitas pemuda, dan ibu memberikan kesejukan.

Hak-hak pemuda tersebut apabila diberikan kesempatan yang lebih adil dari sekarang, maka setidaknya Indonesia akan mempunyai rasa percaya diri yang lebih. Sekarang, rasa percaya diri pemuda tanpa disadari telah terjangkit virus yang sangat mematikan, yakni dalam hal pergaulan yang selalu dinilai dengan materi sampai dengan hilangnya harga diri yang terus dihegemoni. Maka, sudah selayaknya pemuda ke depan memiliki peran dalam memajukan nilai peradan nusantara yang telah lama dirindukan oleh banyak kalangan. Corgito Ergo Sum.[]


Penulis adalah Dosen Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, Ketua Lembaga Studi & Bantuan Hukum (LSBH ISIF)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Megenal Kosep Keseimbangan Hidup dalam Ajaran Budha

Oleh: Zaenal Abidin Fahmina Institute menggelar sesi kedua kegiatan Sekolah Agama dan Kepercayaan Bagi Oraang Muda Angkatan 1 di Vihara...

Populer

Artikel Lainnya