Fakta Pemimpin Perempuan

Oleh: KH Marzuki Wahid

0
2014

Di beberapa forum saya masih menemukan orang yang melarang perempuan menjadi pemimpin. Gak percaya kan? Masih ada lho… Menurutnya, bahwa pemimpin itu hanya hak laki-laki. Mereka mempersoalkannya dengan sejumlah alasan. Jujur saja, menyaksikan ini saya hanya bisa tertawa kecut dan geleng-geleng kepala: kok masih ada ya… Hmmm…

Padahal fakta politik telah jelas menjawabnya. Sudah terjadi dan telah diakui luas, disahkan, dan dipilih oleh mayoritas muslim, bahwa Indonesia pernah dipimpin oleh Presiden Perempuan, yakni Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat itu, dan selama periode kepemimpinannya, Presiden Megawati didukung dan disetujui oleh para ulama, baik dari MUI, NU, Muhammadiyah, dan Ormas Islam yang lain. Kebijakan-kebijakannya juga disetujui dan ditaati oleh semuanya, termasuk para ulamanya.

Selain itu, Indonesia juga pernah dan sedang dipimpin oleh Gubernur Perempuan, Bupati/Walikota Perempuan, Camat Perempuan, dan Lurah/Kepala Desa Perempuan. Hasil dari kepemimpinan mereka telah menorehkan kemaslahatan yang telah dirasakan oleh mayoritas rakyat Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan telah diakui secara luas, disahkan, dan disetujui oleh masyarakat dan bangsa Indonesia.

Bahkan, Ketua Umum PPP (1998-2007), Dr. H. Hamzah Haz pernah menjadi wakil Presiden dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada periode 2001-2004. KH. DR. Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU (1999-2010) juga pernah menjadi Calon Wakil Presiden dari Calon Presiden Megawati Soekarnoputri pada Pemilihan Umum Presiden tahun 2004.

Sejarah Nusantara juga membuktikan bahwa perempuan telah berhasil memimpin kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Di antaranya, selama 96 tahun Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh 5 perempuan, yakni [1] Ratu Nahrasysyah dari Kerajaan Samudera Pasai (1400-1428), memimpin selama 28 tahun. Ratu ini dikenal bijak dan penuh kelembutan dalam memimpin, dan dicintai, serta dihormati rakyatnya; [2] Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), yang memimpin selama 34 tahun. Pada kepemimpinannya, dibentuk pasukan perempuan yang ikut serta dalam Perang Malaka; [3] Ratu Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678). Ratu ini mampu mengubah sistem pemerintahan dengan sentralisasi birokrasi; [4] Ratu Zakiyatuddin Inayah Syah (1678-1688), selama 10 tahun. Ketegasan kepemimpinannya adalah melarang pihak asing yang ingin berdagang di Aceh dan mendirikan benteng; [5] Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699), selama 11 tahun. Juga terdapat Ratu Syah Alam Barisyah dari Kerajaan Perlak di Aceh.

Ada juga Siti Aisyah We Tenri Olle yang selama 55 tahun (1855-1910) memimpin Kerajaan Tanete Bugis Sulawesi Selatan. Ratu Sinuhun yang dikenal dengan Ratu Pembayun memimpin Kesultanan Palembang Darussalam. Dia aktif memperjuangkan persamaan hak perempuan.

Sejarah juga mencatat ada Tribuwana Wijayatunggaldewi dari Kerajaan Majapahit; Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga yang sekarang menjadi wilayah Jawa Tengah; dan Sri Isyana Tunggawijaya dari Kerajaan Medang.

Fakta sejarah ini membuktikan dan memperkuat bahwa perempuan memiliki kemampuan dan berhasil memimpin kerajaan di Nusantara selama lebih dari 1 abad. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) juga menjamin perempuan menjadi pemimpin. Berdasarkan kaidah fiqh, hukm al-qadliy ilzamun yarfa’ al-khilaf (Keputusan pemerintah/negara mengikat (imperatif), menghilangkan segala perbedaan yang ada), maka isi UUD 1945 itu dalam pandangan Islam bersifat imperatif (mengikat, mulzimun) setiap warga negara, termasuk warga muslim Indonesia.

Apakah imajinasimu dan pandanganmu tentang larangan perempuan menjadi pemimpin masih akan tetap kau pertahankan dengan sejumlah teks yang melegitimasinya?

Artikulli paraprakSalat dan Transformasi Sosial
Artikulli tjetërKetimpangan Peran Laki-Laki dan Perempuan Sumber Utama Terjadinya Kekerasan