Peringatan Maulid Nabi: TRADISI UMAT ISLAM SEDUNIA

0
1043

Di Turki, masjid-masjid dihiasi dengan lampu-lampu. Di Mesir, para penguasa Mamluk, perayaan besar-besaran untuk memperingati Maulud diselenggarakan di pelataran benteng Kairo. (Baca : Annemarie, Dan Muhammad Adalah Utusan Allah). Di sebagian negara berpenduduk besar muslim, hari itu diperingati dengan menyalakan obor di jalan-jalan sambil pawai mengelilingi kota. Hampir semua kaum muslimin di dunia, kecuali para pengikut Ibnu Taimiyah yang setia, tidak pernah meninggalkan tradisi ini. Ibnu Taimiyah, tokoh Islam paling ortodoks, memandang perayaan Maulid Nabi sebagai bid’ah, mengada-ada. Pandangan ini kemudian diteruskan dengan semangat Islam yang radikal oleh Muhammad bin Abdul Wahab, ulama terkemuka kelahiran Nejd, Saudi Arabia, 1703-1791. Para pengikutnya hari terus menyebarkan ajaran “maulid Nabi sebagai praktik keagamaan yang sesat”. Pandangan ini ditolak diseluruh dunia muslim. 

Di Indonesia, perayaan maulid Nabi diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majlis ta’lim dan di pondok-pondok pesantren dengan beragam cara yang meriah dan dengan sejumlah acara, antara lain ; khitanan masal dan berbagai perlombaan. Malam hari tanggal 12 Maulid merupakan puncak acara.  Biasanya mereka membaca sirah nabawiyah (sejarah hidup Nabi sejak kelahiran sampai wafatnya), dalam bentuk prosa dengan cara berganti-ganti dan kadang-kadang dengan dilagukan. Sebagian lagi sejarah Nabi tersebut dikemas dalam bentuk puisi-puisi yang sudah dipersiapkan. Salah satu puisi maulid Nabi  saw ditulis oleh Syeikh Barzanji. Tradisi Mauludan paling megah dan biasanya dihadiri ratusan ribu orang diadakan di Kraton-Kraton di Jawa. Sejak menteri Agama dijabat orang NU, konon K.H. Wahid Hasyim, peringatan Maulid Nabi dijadikan sebagai hari libur Nasional dan diperingati di Istana negara. Tahun-tahun terakhir peringatan ini diadalakan di Masjid Istiqlal dan selalu dihadiri oleh Presiden. 

Penulis sirah  Nabawiyah dalam bentuk puisi yang dibaca setiap peringatan Maulid adalah Syeikh al-Barzanji bermazhab Mâlikî. Beliau sengaja menulis puisi-puisi yang sederhana tetapi mempesona untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw agar memudahkan masyarakatnya. Puisi-puisi ini dinyanyikan hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia setiap peringatan Maulid. Biasanya puisi-puisi ini dibacakan sambil berdiri sebagai penghormatan kepada Nabi yang dibayangkan hadir;
    
     Aduhai Nabi, damailah engkau
     Aduhai Rasul, damailah engkau
     Aduhai kekasih, damailah engkau
     Sejahteralah engkau
    
     Telah terbit purnama di tengah kita
     Maka tenggelam semua purnama
     Seperti cantikmu tak pernah kupandang
     Aduhai wajah ceria
    
     Engkau matahari, engkau purnama
     Engkau cahaya di atas cahaya
     Engkau permata tak terkira
     Engkau lampu di setiap hati
    
     Aduhai kekasih, duhai Muhammad
     Aduhai pengantin rupawan
     Aduhai yang kokoh, yang terpuji
     Aduhai imam dua kiblat
     

Selain al-Barzanji, mereka juga biasa menyanyikan puisi al-Bushairi; “Qasîdah Burdah”. Ibnu al-Jauzi seorang ulama bermazhab Hanbalî dengan sangat indah menggambar persitiwa kelahiran Nabi yang agung itu. Katanya: “Ketika Muhammad lahir malaikat menyiarkan beritanya dengan suara riuh rendah. Jibrîl datang dengan suara gembira. ‘Arasy bergetar. Para bidadari surga keluar menyebarkan wewangian. Ketika Muhammad lahir, Aminah, sang ibunya, melihat cahaya menyinari istana Bosra. Malaikat berdiri mengelilinginya dan membentangkan sayap-sayapnya”.

Peringatan Maulid Nabi adalah tradisi umat Islam di seluruh dunia sepanjang sejarah. Ia sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Jika ia salah atau sesat, niscaya seluruh dunia Islam tidak mentradisikannya. Sungguh sangat naif, jika ada orang yang membid’ahkannya (menganggapnya praktik yang sesat) hanya semata-mata karena Nabi tidak menyelenggarakannya atau tidak ada pada masa Nabi. Ini adalah pandangan yang sangat kerdil dan picik. Jika pandangan tersebut diterima secara luas, niscaya peradaban Islam akan berhenti, lalu mati. Maka upaya-upaya sebagian orang untuk menghentikan tradisi ini sama artinya dengan membunuh peradaban umat manusia. “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat Allah memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad.Wahai orang-orang yang beriman, hormati, muliakanlah dan doakan keselamatan atasnya sungguh-sunguh”.(Q.S. alAhzab [33]:56.[]