Jumat, 4 Oktober 2024

Pidato Kebudayaan : RINDU SANG DARWISH PENGEMBARA (Bagian 1)

Baca Juga

رَوْضَاتِ جَنَّاتِ مَعْرِفَتِه يُحْبَرُونَ. وَأَرْوَاحُهُمْ فِى مَلَكُوتِهِ يَتَنَزَّهُونَ. فَاسْتَخْرَجَتْ أَفْكَاُرهُمْ يَوَاقِيتَ الْعُلُومِ. وَنَطَقَتْ أَلْسِنَتُهُمْ بِجَوَاهِرِ الْحِكَمِ وَنَتَائِج الْفُهُومِ. فَسُبْحَانَ مَنِ اصْطَفَاهُمْ لِحَضْرَتِهِ, وَاخْتَصَّهُمْ بِمَحَبَّتِهِ. فَهُمْ بَيْنَ سَالِكٍ وَمَجْذُوبٍ , وَمُحِبٍّ وَمَحْبُوبٍ. أَفْنَاهُمْ فِى مَحَبَّةِ ذَاتِه. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحَابَتِه.

Segala pujian hanya bagi Allah

Yang menuangkan cinta putih di hati para kekasih-Nya

Yang melimpahkan ruh kepada mereka untuk menyaksikan ke-Agungan-Nya

Yang menyiapkan kebeningan jiwa mereka menanggung lelah untuk mengenal-Nya

Hingga hati mereka dilimpahi kegembiraan di taman-taman keintiman bersama-Nya.

 

Ruh-ruh suci mereka bersih saat berada di singgasana Istana-Nya

Hingga pikiran mereka menghembuskan mutiara-mutiara pengetahuan

Lidah-lidah mereka menyenandungkan kidung permata-permata kearifan

dan buah-buah pengetahuan ketuhanan

 

Aduhai betapa agung mereka yang terpilih hadir di pangkuan-Nya

dan menjadi kekasih-Nya

Mereka bertemu bagai antara pencari dan Dambaannya,

antara pecinta dan Yang dicinta

Mereka tenggelam dalam lautan cinta-Nya

 

Aku bersaksi tidak satupun yang dipuja selain Allah

Aku bersaksi, Muhammad, sang penghulu, adalah hamba, rasul dan yang terpilih

Semoga kedamaian dan keselamatan atas Muhammad, sang pemimpin, sang penghulu

Semoga kedamaian dan keselamatan juga bagi keluarga

Dan para sahabat sang Nabi.

 

كَيْفَ اَنْتَ تَحْتَ أَطْبَاقِ الثَّرَى يَا شَوْقِى ؟

وَكَيْفَ أَنْتَ فِى مَرْقَدِكَ يَا حَنِينِى؟

إِذَا غِبْتَ عَنِّى فَشَمَائِلُكَ مَلَآ رُوحِى .

وَإِذَا نَأَيْتَ عَنْ بَصَرِى

فَأَنْتَ أَمَامَ عَيْنِ بَصِيرَتِى.

وَلَئِنْ رَحَلْتَ

فَرُوحُكَ فِى نَفْسِى مُقِيمٌ ”

 

 

Duhai rinduku

Bagaimana keadaanmu di bawah tumpukan lempung basah ini?

Bagaimana engkau di tempat istirahmu, duhai kangenku

Bilamanapun aku tak lagi bisa memandang wajahmu,

Seluruh keindahanmu memenuhi ruhku

Bilapun engkau telah jauh dari tatapan mataku

Aku melihatmu dengan mata jiwaku

Dan meski engkau telah pergi jauh

Ruhmu ada dalam palung jiwaku.

 

Nama itu terus saja mengalir bagai air zam-zam di Makkah. Ia menjadi sumber kehidupan beribu manusia yang tak pernah berhenti, dan yang tak pernah kering, sekaligus menyegarkan. Nama itu adalah Gus Dur. Dalam buku “Sang Zahid, Mengarungi Sufisme Gus Dur”, saya sudah menulis : “Gus Dur, adalah nama yang akan dikenang dan dirindukan berjuta orang, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun tahun dan untuk rentang waktu yang panjang. Meski ia telah tak lagi bersama kita di sini dan telah diistirahkan di bawah tanah lempung, ia masih terus saja dikunjungi banyak orang, setiap hari dan setiap jam, siang maupun malam, entah sampai kapan. Namanya masih disebut-sebut, diceritakan, didongengkan dan didoakan dalam gempita siang maupun dalam sepi malam. Pesan-pesannya terus direproduksi dalam kata-kata, dalam lukisan, dalam puisi dan dalam senandung folklore. Dengarkanlah nyanyian folklore yang indah ini.

 

Folklore : Song for Gus Dur

 

Ku masih belum begitu percaya

Kau telah kembali pulang

Tak bolehkah kau lebih lama

Untuk kita Ajari kita

 

Masih segar di ingatanku

Kau kikis kerasnya dinding beku

Kau beri tempat yang terpinggirkan

Kau beri ruang pada yang terbuang

 

Jadikan dirimu perisai kemanusiaan

Oh, Selamat Jalan

Selamat Jalan

 

Ajari kita  bicara

Hidup kita penuh warna

Berbeda itu karunia

 

Kau wariskan keindahan

Kau ajarkan kedamaian

Bagi kawan atau lawan

 

Kau berjuang demi bangsa

Beri pesan yang bermakna

Jalani hidup bersama

 

Janganlah kita berduka

Kita semua pantas bangga

Kau adalah guru bangsa

 

Gus Dur, Sang Pengabdi Kemanusiaan

 

Terlampau sulit untuk dapat disangkal bahwa Gus Dur adalah symbol pembaruan dalam pemikiran dan kehidupan social di dunia muslim, khususnya di Nusantara. Hampir seluruh hidupnya diabdikan bagi kepentingan ini. Ia hadir dengan pikiran dan gagasan yang mengagumkan, cemerlang, mencerahkan sekaligus menggoncangkan, dengan caranya sendiri yang unik, eksklusif, menyusupi ruang-ruang tradisi dan kadang diselimuti misteri. Sumber-sumber intelektualismenya sangat luas, mendalam dan terbentang lebar. Gus Dur tidak hanya pandai mengaji kitab suci, sabda Nabi, dan khazanah keilmuan Islam klasik yang menjadi basis pengetahuan awalnya, tetapi juga menelaah beribu buku dari dan dalam beragam bahasa. Ia membaca dengan lahap dan menyerap dengan riang pikiran-pikiran para tokoh dunia, klasik maupun modern, tanpa melihat asal usul dan keyakinan mereka, hingga piawai dalam pengetahuan social, budaya, seni, musik, sastra, politik dan agama-agama dunia. Pengetahuan Gus Dur melampaui sekat-sekat primordialisme.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru

Kampung Sawah: Potret Keberagaman Terbalut Hangat dengan Nilai Persaudaraan

Oleh: Devi Farida Kampung sawah adalah daerah yang didiami oleh masyarakat yang heterogen. Berbanding terbalik dengan kampung pada umumnya, yang...

Populer

Artikel Lainnya